Fajarasia.id – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan melakukan uji coba kereta tanpa rel otonom (Autonomous Rail Transit/ART) di Ibu Kota Nusantara (IKN). Uji coba akan dilakukan, Senin (5/8/2024), hari ini.
Dikutip laman Kemenhub, ART lebih dikenal sebagai Trem Otonom (TO). Trem ini merupakan moda transportasi massal berbasis listrik. Kereta ini menggunakan roda karet yang bergerak pada rel virtual dalam batas tertentu.
Secara menyeluruh menggunakan sistem otomatis, kontrol keselamatan, dan persinyalan yang aktif. Trem Otonom menggabungkan karakteristik kereta (light rapid transit/LRT) dan bis (bus rapid transit/BRT).
Trem Otonom merupakan moda yang berbentuk seperti kereta LRT. Namun, tidak beroperasi di atas rel.
Trem tersebut beroperasi di atas jalan dengan menggunakan ban yang dipandu oleh lintasan yang disebut sebagai Virtual Track. Virtual Track sendiri berbentuk seperti garis marka jalan.
Selanjutnya, diidentifikasi oleh Trem Otonom dengan menggunakan teknologi otomatisasi. Teknologi tersebut mencakup Sensor Light Detection and Ranging (LiDAR) dan Global Positioning System (GPS).
Dengan adanya pengoperasian Trem Otonom di Indonesia diharapkan memberikan kemajuan pafa sektor transportasi. Terutama berkontribusi dalam penurunan kemacetan serta polusi udara.
Pembangunan trem otonom menjadi salah satu upaya untuk mengurangi tingkat emisi udara. Karena merupakan sistem transportasi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Trem otonom imi juga diterapkan di Surabaya. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyatakan, pembangunan ART lebih rasional dibangun di wilayah tersebut.
Sebab, lanjutnya, salah satunya sesuai dengan ketersediaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). “Kalau ART itu pakai magnet, ternyata itu harganya Rp500-Rp600 miliar per 7 kilometer,” kata Eri, Minggu (9/6/2024), sseperti dikutip dalam laman Antaranews.com.
Eri menyatakan, jika harus membangun MRT atau LRT, maka APBD Kota Surabaya tidak akan cukup. Karena pembangunan MRT membutuhkan anggaran sekitar Rp2,3 triliun per 1 kilometer.
Dikatakan, jika dihitung menggunakan APBD Kota Surabaya, maka pembangunan jalur transportasinya hanya sanggup terselesaikan 5 kilometer. “Habis anggarannya, terus untuk pengentasan kemiskinan bagaimana? banyaj orang bertanya kok tidak membangun, karena tidak mungkin,” ujarnya.*****