Fajarasia.id – Demo yang terjadi di Bangladesh sejak bulan Juli berlanjut dan meluas. Setidaknya 90 orang dilaporkan tewas ketika para pengunjuk rasa di Bangladesh kembali menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina.
Menurut laporan dari pihak polisi dan medis, jumlah korban tewas sebanyak 91 orang, termasuk 13 orang petugas polisi. Kekerasan terbaru ini terjadi ketika polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan massa di Dhaka dan beberapa wilayah lain seperti dikutip dari Al Jazeera.
Protes yang diawali sebagai tuntutan mahasiswa untuk menghapuskan sistem kuota pekerjaan pemerintah telah berkembang menjadi gerakan anti-pemerintah yang lebih luas. Bentrokan terjadi di berbagai distrik seperti Bogura, Pabna, Rangpur, Magura, Comilla, Barisal, dan Feni.
Para pengunjuk rasa bertekad untuk terus berdemonstrasi hingga Hasina mundur, meskipun jam malam telah diberlakukan. Mereka juga meminta masyarakat untuk tidak membayar pajak atau tagihan dan tidak bekerja.
Sebagai tanggapan, pemerintah mengumumkan hari libur selama tiga hari dan menutup sekolah serta universitas secara nasional. Layanan internet seluler dan beberapa aplikasi pesan dimatikan untuk mencegah kekerasan lebih lanjut.
Wakil Menteri Informasi dan Penyiaran, Mohammad Ali Arafat, menyatakan bahwa pemerintah bertindak dalam posisi defensif dan selalu mencari solusi damai. Kerusuhan ini menjadi tantangan terbesar bagi Hasina sejak pemilu Januari lalu, saat ia memenangkan masa jabatan keempat secara berturut-turut.
Kritikus Hasina dan kelompok hak asasi manusia menuduh pemerintah menggunakan kekerasan berlebihan untuk menekan gerakan ini, meskipun pemerintah menyangkalnya. Seorang analis politik, Zahed Ur Rahman, memperingatkan bahwa pemerintah tidak akan mundur tanpa pertumpahan darah.****