KPK Benarkan Panggil Kembali Pejabat Kementerian ESDM Terkait Kasus LNG

KPK Benarkan Panggil Kembali Pejabat Kementerian ESDM Terkait Kasus LNG

Fajarasia.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap pejabat Kementrian ESDM sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi. Terkait pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT PTMN (Pertamina) tahun 2011-2021.

Dua Pejabat tersebut yaitu, Evita Herawati Legowo (Komisaris dan Dirjen Kementerian ESDM). Dan Elvita M. Tagor (Direktur SDM).

“Kamarin Rabu (20/9/2023) bertempat di gedung Merah Putih KPK. Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi,” kata plt jubir KPK Ali Fikri,Kamis (21/9/2023).

Dalam kasus ini, KPK resmi mengumumkan status tersangka mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Persero, GKK. Atau yang karib disapa KA, sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi pengadaan LNG atau gas alam cair. Tepatnya di PT Pertamina (PTPM) Persero tahun 2011-2021.

Ketua KPK Firli Bahuri menyebut, Perbuatannya tersebut diduga telah merugikan negara senilai 140 juta dollar Amerika Serikat. Atau setara sekira Rp2,1 triliun.

“Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta. Yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun,” kata Firli saat saat di hubungi, Kamis (21/9/2023).

Firli menjelaskan, kasus ini terjadi ketika PT Pertamina Persero memiliki rencana untuk mengadakan LNG. Sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia sekira tahun 2012.

“Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia di kurun waktu 2009 sampai 2040. Sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero,” ujar Firli.

KA yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 mengeluarkan kebijakan. Untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri.

Produsen yang diajak kerja sama di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction LLC Amerika Serikat. Tapi, saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, KA secara sepihak langsung memutuskan melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL.

Keputusan yang diambil KA tanpa melalui kajian hingga analisis menyeluruh. Firli menyebut KA juga tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero keputusannya tersebut.

“Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapat restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” ucap Firli, menjelaskan.****

Pos terkait