Fajarasia.id – Ketua Bawaslu Rahmat Bagja merespon, dorongan beberapa pihak untuk melakukan perubahan atau kodifikasi antara Undang-Undang Pemilu dan Pilkada. Dalam merespon hal itu, menurut Bagja, perlu ada ada perbaikan regulasi ke depannya dalam memberikan kepastian hukum.
“Bawaslu menerima apa saja yang akan diamanatkan undang-undang karena kami hanya sebagai pelaksana. Tetapi, kami menitipkan ini (harapan perbaikan regulasi) kepada Bappenas atau pemerintah, akademisi, dan pemantau pemilu,” kata Bagja dalam keterangan persnya seperti dilansir laman Bawaslu, di Jakarta, dikutip Sabtu (1/6/2024).
Bagja mengatakan, dorongan perbaikan regulasi seperti kodifikasi UU Pemilu dan UU Pemilihan atas beberapa alasan. Salah satu alasannya, karena masih ada tumpeng tindih dalam UU yang berbeda atau adanya ‘redundant’ norma.
“Lalu adanya pengaturan yang berbeda atas isu yang sama oleh penyelenggara yang sama, aturan rancu atau multi tafsir. Perlu adanya kepastian hukum, materi kodifikasi ini dari UU Pemilu, UU Pilkada, putusan MK,” ucap Bagja.
Kemudian, Bagja juga menyoroti, kebutuhan norma hukum atas suatu keadaan atau terjadinya kekosongan hukum. Ia pun membeberkan, beberapa isu strategis dalam proyeksi kebutuhan norma dalam kodifikasi UU.
“Secara garis besar yakni mengenai kampanye, kelembagaan, kewenangan, penegakan hukum, politik uang, syarat calon, sistem informasi, dan lainnya. Misalnya soal kampanye, pertama ada perbedaan definisi dalam UU Pilkada dan Pemilu,” ujar Bagja.***