Fajarasia.id – Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) “offside” saat menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi sebagai tersangka.
“Yang saya lihat memang KPK ada offside-nya, ibarat main bola itu,” kata Arsul saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (3/8/2023).
Namun, Arsul mengatakan bahwa tidak ada yang salah dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK. “Offside-nya bukan ketika melakukan OTT atau kemudian memproses kasus itu. Tetapi, ketika mengumumkan dan menetapkan (tersangka),” ujar Arsul.
Dalam kasus hukum dugaan suap di Basarnas, Arsul berpatokan pada empat aturan atau undang-undang. Antara lain Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, serta Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Jadi saya melihat, paling tidak harusnya ada empat UU yang kita lihat secara bersamaan, tidak secara sektoral dari kaca mata masing-masing,” kata Arsul.
“Kenapa kita harus melihat KUHAP? Karena di dalam UU KPK tidak diatur kalau terjadi peristiwa korupsi yang koneksitas, ada orang sipil dan militer, itu enggak diatur. Maka harus lihat KUHAP,” kata politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu melanjutkan.
Arsul juga menyatakan, harusnya koneksitas antara KPK dan TNI yang menetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap di Basarnas.
“Tim tetap itu terdiri dari penyidik KPK dan Puspom (Pusat Polisi Militer) sebagai penyidik militer, plus oditur tinggi militer. Itulah yang menetapkan,” kata Arsul.
Sebagaimana diberitakan, Kepala Basarnas Henri Alfiandi dan bawahannya, Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas pada 31 Juli 2023.
Penetapan tersangka dilakukan oleh penyidik Puspom TNI sebagai pihak yang berhak menetapkan personel aktif TNI sebagai tersangka.
Selain itu, diumumkan bahwa Henri Alfiandi dan Afri telah ditahan di instalasi tahanan militer milik Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Udara (AU), Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Diketahui, baik Henri maupun Afri terlebih dulu ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023.
Namun, TNI menilai penetapan tersangka kepada dua personel aktif TNI AU tersebut menyalahi aturan.
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko mengatakan, yang berhak menetapkan seorang personel TNI sebagai tersangka adalah penyidik militer, dalam hal ini Puspom TNI.
Puspom TNI juga merasa tidak dilibatkan dalam penentuan tersangka itu.
Buntut hal itu, Danpuspom beserta sejumlah perwira tinggi (pati) TNI lain mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada 28 Juli 2023.
Kedatangan para pati TNI itu berujung permintaan maaf KPK yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Perkara ini berawal dari OTT KPK terhadap 11 orang di Jakarta dan Bekasi pada 25 Juli 2023.
Setelah dilakukan penyidikan, KPK menetapkan lima orang tersangka, di antaranya Henri Alfiandi dan Afri.
Selain itu, KPK juga menetapkan tiga orang dari pihak swasta atau sipil sebagai tersangka.
Mereka adalah Mulsunadi Gunawan selaku Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati; Marilya selaku Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati; dan Roni Aidil selaku Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama.***