Fajarasia.id – Pasca pandemi, jemaah Indonesia kembali berdatangan ke Arab Saudi untuk melaksanakan umrah. Namun, mereka harus menelan kekecewaan dan tidak berdaya ketika akomodasi yang dijanjikan diubah sepihak dengan alasan tarif hotel melonjak.
Sopiati dan 51 jemaah bersyukur sampai Makkah, tidak sabar untuk segera melihat Ka’bah dan melaksanakan umrah. Ia menghempas penat dengan duduk di lobi dan menunggu proses masuk. Namun, bukannya masuk kamar, ia dan seluruh jemaah malah digiring keluar. Akomodasi mereka diubah dan dialihkan ke hotel lain dengan peringkat yang lebih rendah.
“Harusnya saya di Elaf (Al Mashaer), menjadi Grand Al Massa. Harusnya kan saya bintang lima menjadi Grand Al Massa, itu bintang empat. Jaraknya agak jauh, harganya pun tidak setaraf, trus fasilitasnya pun tidak setaraf,” komentarnya.
Sopiati yang lebih dikenal sebagai Ibu Laras dan sudah melayani umrah sejak 2014, mengatakan jemaah membayar Rp33,800,000 untuk paket perjalanan 12 hari. Dengan harga itu, ia akan bersama tiga orang lain dalam satu kamar. Ia mendengar kenaikan tarif hotel sejak November. Jadi, ia pastikan betul isu ini ditangani sebelum berangkat. Toh, ia mengalaminya. Rasa panik kemudian berbaur syukur karena ia langsung mendapatkan hotel pengganti.
“Kejadiannya banyak. Banyak banget. Tapi saya masih bersyukur karena saya lihat teman yang lain ketika mereka tidak dapat hotel, belum ada hotel untuk pindahnya,” imbuhnya.
Jemaah lain, walau kesal dan kecewa, hanya nrimo. Jarak tempuh ke masjid yang lebih jauh, mereka terima sebagai ladang untuk menambah amal ibadah.
Peristiwa serupa nyaris menimpa Aris Merisdel Muslim dari biro penyelenggara umrah dan haji Garuda Abadi. Kamar-kamar hotel bintang lima dan masuk ring satu (paling dekat ke Masjidilharam) yang dipesannya, dinyatakan tidak ada lagi. Ia harus berhadapan dengan jemaah yang resah dan kecewa, dan dalam waktu singkat harus mencari hotel pengganti.
Aris sudah mengantisipasi ini dan sengaja memesan kamar hotel melalui pihak ketiga. Setelah adu mulut, pihak hotel yang enggan berhadapan dengan pihak ketiga akhirnya memberikan semua kamar pesanan Aris. Dua jam kemudian, semua jemaah mendapat kamar.
“Saya masih disayang Allah sehingga jemaah saya tidak terlantar,” cetus Aris diiringi helaan nafas lega.
Penyelenggara umrah menuding pengelola hotel membatalkan pesanan secara sepihak dan menaikkan tarif. Permintaan yang tinggi mendorong pihak hotel menjual kamar-kamar yang sudah dipesan ke pihak yang mau membayar lebih tinggi. Pihak hotel tidak mau berbicara soal ini.
Beberapa mutawif di Makkah dan Madinah mengungkapkan, tarif hotel bintang lima yang biasanya sekitar 400 Saudi Riyal (SAR) kini naik sampai 300 persen, menjadi minimal 1.200 SAR.
Menurut Sekjen DPP Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Mohammad Faried Aljawi tarif hotel sekarang rata-rata 2.000 SAR per malam per kamar atau lebih dari Rp8,2 juta. Ada beberapa alasan yang memicu lonjakan tarif hotel.
“Karena di bulan November, Desember, Januari adalah musim liburan sekolah di berbagai negara di dunia sehingga minat orang untuk melaksanakan ibadah umrah tinggi, terutama dari negara-negara Islam. Karena keterbatasan kamar, maka harga melonjak,” jelasnya.
Membaiknya situasi pasca pandemi, yang mendorong orang pergi umrah, adalah alasan lain yang memicu naiknya tarif hotel karena begitu banyak permintaan. Pihak Saudi, kata Faried, belum siap menyediakan infrastruktur hotel yang memadai. Lonjakan harga, ia menilai, mengakibatkan ketidaksesuaian pelayanan.
“Amphuri mengeluarkan edaran kepada anggota untuk beberapa hal yaitu dimediasikan, apakah uang dikembalikan, (peringkat) hotel di-downgrade (diturunkan) atau membuat kesepakatan baru. Menurut saya, karena ini bagian dari ibadah, memang harus transparan. Tidak bisa ada satu pihak yang dirugikan, satu pihak diuntungkan,” imbuh Aljawi.
Membatalkan keberangkatan adalah pilihan yang tabu karena bisa merusak citra perusahaan. Tetapi itu ditawarkan penyelenggara kalau jemaah tidak bersedia membayar tambahan untuk menutupi kekurangan. Beberapa travel, kata Faried, demi menjaga nama, tetap memberangkatkan jemaah dengan harga lama.
“Tapi mayoritas travel agency merevisi harga dengan ketentuan yang baru. Dan Asosiasi membuat surat secara resmi bahwasanya ini keadaan yang sebenarnya di Arab Saudi,” lanjutnya.
Jumlah jemaah Indonesia sejak 2022 sampai 2023 melampaui 1,5 juta, terbanyak sejauh ini. Sebelum pandemi, kata Faried, jemaah umrah terbanyak adalah dari Pakistan. Jumlah jemaah yang terus bertambah tidak akan menurunkan tarif hotel, malah akan terus naik. “Dan akan ‘gila-gilaan’ pada saat Ramadan, terutama 10 hari terakhir bulan puasa,” kata Faried.
“Sekarang ini harganya sekitar 2.000 SAR. Untuk akhir Ramadan, akan jadi 80 ribu sampai 100 ribu (SAR) per kamar per 10 hari,” komentarnya.
Menanggapi situasi yang meresahkan jemaah dan biro perjalanan, Konsul Jenderal Republik Indonesia di Jeddah, Eko Hartono, meminta penyelenggara umrah berkomunikasi dengan jemaah supaya jemaah mendapat haknya dan ibadah berjalan lancar. Ia mengatakan, jumlah jemaah umrah sekarang memang luar biasa banyak, terutama dari Indonesia.
“Kenapa jemaah kita membludak? Satu, karena sudah dua tahun tidak ada umrah dan haji sehingga mereka menggunakan kesempatan ini karena saking kangennya. Yang kedua, kami dengar dari Kemenag bahwa sebagian jemaah, terutama yang sudah usia sepuh-sepuh yang kemarin tertunda keberangkatannya tahun 2020-2021, karena pertimbangan usia dan sebagainya memutuskan untuk menarik diri. Tidak jadi ikut haji, umrah saja,” jelas Eko Hartono.
Bukan hanya jemaah dari Indonesia yang bertambah tetapi juga dari negara-negara lain. Akibatnya, untuk mendapat kamar hotel luar biasa sulit. Kalau dapat, harganya pasti mahal. Jadi, kata Eko, dia tidak yakin bahwa travel yang membawa jemaah bermaksud menipu dan secara sepihak mengganti akomodasi hotel.
“Tapi seharusnya ya, jangan sampai pindah kelas dong. Artinya kalau menjanjikan bintang lima misalnya, pada saat dia ternyata tidak dapat di tempat itu, ya mestinya selisihnya dikembalikan. Memang ini gila-gilaan, harganya luar biasa. Ini hukum pasar antara permintaan dan penawaran,” imbuhnya.
Sopiati mengatakan ia dijanjikan mendapat pengembalian uang dari selisih tarif hotel, dari seharusnya bintang lima menjadi bintang empat. Namun setelah dua bulan, ia belum menerima uang itu. Dari jemaah lain ia mendengar bahwa tidak ada cerita uang itu dikembalikan.****