Fajarasia.id – Sejuta alasan digunakan juru bicara (Kasi Penkum dan Humas) Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT), A. A. Raka Putra Dharmana terkait kasus dugaan korupsi pembelian Medium Term Note (MTN) dari PT SNP Finance senilai Rp50 di Bank NTT.
Dalam konfrensi pers akhir tahun yang digelar Kejati NTT pada 22 Desember 2022 lalu, Kejati NTT berjanji jika kasus serupa yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi ditingkatkan dari penyelidikan (Lid) menjadi penyidikan (Dik) maka Kejati NTT akan melakukan hal yang sama.
Kejati NTT kembali terdiam tanpa penjelasan, ketika kasus dugaan korupsi serupa yang ditangani Kejati NTT, ditingkatkan dari penyelidikan (Lid) menjadi Penyidikan (Dik) oleh Kejati Jambi.
Bahkan, hingga majelis hakim majelis hakim Pengadilan Tipikor Jambi menjatuhkan vonis terhadap eks Direktur Utama (Dirut) Bank Jambi, Yunsak El Halcon selama 10 tahun penjara, denda Rp500 juta subsidair 5 bulan kurungan hingga uang pengganti senilai Rp7, 5 miliar subsidair satu (1) tahun penjara pada 11 Januari 2024, kasus Bank NTT senilai Rp50 miliar tak kunjung tuntas.
Alasan baru kembali muncul di Kejati NTT terkait penanganan kasus dugaan korupsi tersebut yakni menunggu hasil audit investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTT.
Dimana, Kejati NTT berjanji akan menentukan sikap tegas terhadap kasus dugaan korupsi senilai Rp50 miliar di Bank NTT, setelah menerima hasil audit investigasi dari BPK RI perwakilan NTT.
Namun, alasan juru bicara atau Kasi Penkum dan Humas Kejati NTT, A. A. Raka Putra Dharmana kembali muncul terkait penanganan kasus dugaan korupsi senilai Rp50 miliar, setelah hasil audit investigasi BPK RI perwakilan NTT diterima sejak Juli 2023 lalu.
Setelah menerima hasil audit investigasi BPK RI perwakilan NTT pada Juli 2023 lalu, juru bicara (Kasi Penkum dan Humas) Kejati NTT, A. A. Raka Putra Dharmana kembali memberikan alasan hingga membuat perkara dugaan korupsi senilai Rp50 miliar di Bank NTT semakin tak jelas.
Dimana, pada 08 Januari 2024, juru bicara Kejati NTT, A. A. Raka Putra Dharmana kembali beralasan bahwa saat ini kasus dugaan korupsi senilai Rp50 miliar di Bank NTT, penyidik sedang berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait hasil audit investigasi BPK RI Perwakilan NTT.
“Hasil audit investigasi sudah kami terima sejak Juli 2023 lalu dari BPK RI Perwakilan NTT. Jadi, keterlambatannya itu bukan pada BPK RI Perwakilan NTT,” kata Kasi Penkum dan Humas Kejati NTT, A. A. Raka Putra Dharmana, Senin 08 Januari 2024.
Dijelaskan Agung Raka, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif atas Pembelian Medium Terms Note (MTN) atau Surat Utang Jangka Menengah PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (PT SNP) oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (PT BPD NTT) Tahun 2018 Nomor : 28/LHP/XXI/06/2023 tanggal 26 Juni 2023 telah diterima oleh Tim Penyelidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi NTT pada tanggal 24 Juli 2023.
Menurut Agung Raka, pendalaman terhadap hasil investigasi BPK RI Perwakilan NTT tersebut, dilakukan oleh Tim Penyelidik ke beberapa pihak, salah satunya Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Perwakilan NTT.
Sehingga keterlambatan penanganan kasus ini, lanjut Raka, bukan karena keterlambatan menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan NTT, namun karena tim penyelidik masih membutuhkan waktu untuk melakukan pendalaman terhadap hasil investigasi BPK tersebut.
Kasi Penkum Kejati NTT menegaskan bahwa saat ini penyidik Tipidsus Kejati NTT tengah berupaya semaksimal mungkin untuk menuntaskan kasus senilai Rp50 miliar di Bank NTT.
“Yang jelas bahwa penyidik Kejati NTT bekerja secara maksimal dan profesional dalam tuntaskan kasus senilai Rp50 miliar itu. Sehingga, perlu didalami lagi hasil audit investigasi BPK RI Perwakilan NTT dengan berkoordinasi dengan OJK,” tegas Kasi Penkum Kejati NTT, Raka Putra Dharmana.****