Fajarasia.id – Banyak oknum yang memanfaatkan agama sebagai alat untuk kepentingan berpolitik. Hal tersebut disampaikan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas.
“Kita sering kali melihat orang-orang yang menggunakan agama sebagai alat politik. Hal itu merupakan suatu yang tidak baik,” kata Yaqut kepada wartawan di Kantor Kementerian Agama RI, Jumat (6/10/2023).
Awal berpidato, Yaqut membahas tentang kepemimpinan Hasyim Asy’ari yang menjalankan politik sekaligus tetap memegang teguh agamanya. Dimana, Hasyim Asy’ari mampu menggabungkan aspek agama dan politik saat Nahdlatul Ulama (NU) bergabung dengan Masyumi.
“Sejarah telah menunjukkan banyak contoh santri yang menciptakan keseimbangan antara agama dan politik, salah satunya Hasyim Asy’ari. Beliau bukan tidak berpolitik, beliau berpolitik, beliau beragama dengan politik,” ujar Yaqut.
Hal itu, menurut Yaqut, terlihat saat Hasyim Asy’ari memutuskan untuk bergabung dengan Masyumi, sebuah kelompok garis keras. Tujuannya untuk membantu kelompok itu menjadi lebih moderat dan memilih jalur tengah.
“Ketika Nahdlatul Ulama, organisasi besar yang dipimpin beliau pada saat itu memutuskan bergabung dengan Masyumi. Saat itu, dikenal sebagai kelompok garis keras,” ucapnya, menjelaskan.
“Tujuannya agar mereka yang keras-keras ini mau menjadi lunak, menjadi moderat. Berada di jalur tengah, jadi tidak keras-keras sekali,” kata Yaqut.
Dalam berpolitik, menurut Yaqut, sangat penting untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama yang baik dan benar. Tak hanya itu, dalam berpolitik juga memberikan penghargaan kepada orang lain.****