Rupiah Lanjutkan Penguatan Jadi Rp16.292 per Dolar AS

Rupiah Lanjutkan Penguatan Jadi Rp16.292 per Dolar AS

Fajarasia.id – Penguatan nilai tukar rupiah berlanjut pada penutupan perdagangan Rabu (5/2/2025). Menurut Bloomberg, rupiah naik 0,36 persen atau 58 poin ke posisi Rp16.292 per dolar Amerika Serikat (AS).

Menurut analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, kekhawatiran terjadinya perang dagang global yang berlarut-larut mulai sedikit mereda. “Ini menyusul kesepakatan Presiden AS, Donald Trump, dengan Kanada dan Meksiko untuk menunda kenaikan tarif selama sebulan,” ujarnya.

​Namun, pasar Tiongkok bereaksi terhadap kebijakan Trump yang mengenakan kenaikan tarif 10 persen pada negara tersebut. Mulai pekan depan, Beijing mengenakan pungutan 15 persen terhadap impor batu bara dan gas alam cair dari AS.

Sebagai reaksi terhadap manuver Beijing, Trump menyatakan tidak akan terburu-buru berbicara dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Menurut Ibrahim, sikap tersebut menunjukkan resolusi atas konflik perdagangan yang meningkat mungkin tidak akan segera terjadi.

“Ini membuat pasar dan bisnis tidak yakin tentang masa depan hubungan ekonomi AS-Tiongkok,” ucapnya. Ibrahim menambahkan pasar juga mengkhawatirkan potensi perang dagang skala penuh antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia itu.

Dari dalam negeri, Ibrahim mencermati pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 yang hanya mencapai 5,03 persen. Sedangkan secara year-on-year pada triwulan IV 2024, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,02 persen.

“Pertumbuhan ekonomi sepanjang 2024 itu ditopang terutama oleh konsumsi rumah tangga,” ujarnya. Menurut dia, ini mencerminkan laju pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan ekspektasi sebelumnya.

Seluruh lapangan usaha sepanjang 2024 tercatat tumbuh positif pada 2024. Lapangan usaha yang memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi adalah industri pengolahan, perdagangan, pertanian, konstruksi, serta pertambangan.

“Pendorong pertumbuhan lapangan usaha ini dipicu naiknya mobilitas masyarakat, terutama peningkatan jumlah perjalanan wisatawan nusantara,” ujarnya. Ini ditambah dengan kenaikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan kegiatan ekonomi lainnya yang masih menggeliat.

Menurut Ibrahim, Indonesia akan menghadapi tantangan ekonomi yang lebih berat pada awal 2025. Ini bukan tanpa alasan karena tren pelambatan mulai terasa sejak kuartal III 2024 dengan pertumbuhan hanya 4,95 persen.

“Daya beli masyarakat melemah, kelas menengah semakin tergerus, sementara produktivitas sektoral terus turun,” kata Ibrahim. Berakhirnya faktor musiman seperti periode mudik dan libur sekolah membuat banyak sektor merosot drastis.

“Tanpa faktor musiman, hanya enam dari 17 sektor ekonomi yang mengalami akselerasi pada kuartal III 2024,” ujarnya. Situasi ini, lanjut dia, semakin memperjelas bahwa masalah ekonomi nasional lebih bersifat struktural.***

Pos terkait