Fajarasia.id – Pengamat kepemiluan Titi Anggraini meminta semua pihak untuk mengantisipasi potensi kecurangan pada Pemilu 2024 yang bisa saja dilakukan penyelenggara pemilu karena memiliki sumber daya dan otoritas.
Dengan dua hal tersebut, Titi menjelaskan penyelenggara pemilu juga rentan melakukan penyimpangan kekuasaan.
“Lembaga Survei Indonesia menemukan sebesar 13,6 persen responden beranggapan bahwa penyelenggara pemilu menjadi salah satu pihak yang berpotensi melakukan kecurangan pada Pemilu 2024,” ujar Rabu (27/12).
Selain penyelenggara pemilu, ia menyebutkan beberapa pihak lain yang ditengarai berpotensi melakukan kecurangan ialah pemerintah daerah dengan responden sebesar 4.0 persen serta pemerintah pusat sebesar 2.9 persen.
Temuan tersebut, lanjutnya, menjadi alarm pentingnya memastikan seluruh aparat, baik keamanan, birokrasi, penegak hukum, hingga penyelenggara pemilu untuk tetap netral dalam mengawal tahapan menuju pesta demokrasi pada tahun mendatang.
Pasalnya, Titi menerangkan aparat yang tidak netral tidak hanya merusak prinsip pemilu demokratis dan memberikan ketidakpuasan atas proses pemilu, namun juga berpotensi memunculkan konflik horisontal atau benturan antarpendukung.
Bahkan, ia juga menilai aparat yang tidak netral pada akhirnya turut mempengaruhi kinerja pemerintah menjadi tidak efektif karena terus-menerus menghadapi isu legitimasi.
Karena itu, Titi berharap masyarakat sipil, akademisi, serta kelompok masyarakat dapat memperkuat konsolidasi untuk melaporkan pelanggaran terkait netralitas aparat.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan tiga pasang capres-cawapres peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 pada Senin, 13 Desember 2023.
Hasil pengundian nomor urut sehari berselang menetapkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md nomor urut 3.
Selepas debat pertama antar capres pada Selasa (12/12), KPU menggelar debat kedua yang melibatkan tiga cawapres di JCC, Jakarta, Jumat (22/12).
Tema debat kedua meliputi ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, pengelolaan APBN dan APBD, infrastruktur, dan perkotaan.***