Fajarasia.id – Penemuan dua sumber gas bumi besar atau giant discovery di laut Kalimantan Timur dan sebelah utara Sumatera pada 2023 menjadi harapan dalam mendukung target produksi gas Indonesia di 2030 sebesar 12 miliar kaki kubik gas bumi per hari (BSCFD).
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan bahwa tahun 2023 menjadi tahun terbaik dalam penemuan cadangan migas untuk lebih dari 2 dekade terakhir ini.
Bahkan menurut Menurut WoodMackenzie, Rystad Energy, dan S&P Global, kedua penemuan tersebut masuk ke dalam lima temuan terbesar dunia pada 2023.
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Mubadala Energy, perusahaan asal Uni Emirat Arab (UEA) mengumumkan penemuan besar cadangan gas bumi in place di Wilayah Kerja (WK) South Andaman dengan potensi lebih dari 6 trillion cubic feet (TCF).
Temuan gas “jumbo” itu berasal dari sumur eksplorasi Layaran-1. Lokasi tersebut sekitar 100 kilometer lepas pantai Sumatera bagian utara.
WK South Andaman merupakan WK migas yang dilelang pada 2018 dan baru diteken kontrak pengelolaannya oleh Kementerian ESDM dan Mubadala Energy pada Februari 2019 dengan menggunakan mekanisme kontrak gross split.
KKKS ENI, perusahaan migas asal Italia juga menyatakan adanya penemuan cadangan gas in place dari sumur eksplorasi Geng North-1 di WK North Ganal sebesar 5 TCF dengan kandungan kondensat diperkirakan mencapai 400 Mbbls. WK migas tersebut berlokasi sekitar 85 kilometer dari lepas pantai Kalimantan Timur.
Percepat produksi
Percepatan proses produksi dilakukan agar temuan dua sumber gas besar tersebut dapat segera dioptimalkan.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Benny Lubiantara mengatakan mayoritas investor migas eksplorasi akan memilih WK yang sudah memiliki infrastruktur dan lebih dekat dengan pasar sehingga hal tersebut perlu menjadi pertimbangan agar setiap temuan bisa segera dioptimalkan.
Diharapkan dengan temuan dua sumber gas besar itu, investor asing kembali melirik dan memasukkan Indonesia sebagai portofolio investasi ke depan.
Untuk itu, SKK Migas juga mengharapkan perlu ada perbaikan dari sisi fiscal term maupun non-fiscal term (ease of doing business).
Perbaikan tersebut bisa meningkatkan daya pikat investasi Indonesia, mengingat saat ini Indonesia juga tengah dalam kondisi bersaing dengan negara-negara lain dalam hal investasi migas.
Setelah penemuan itu, juga diharapkan adanya percepatan proses menuju onstream atau berproduksi. SKK Migas menargetkan jika sesuai dengan rencana, pada 2028-2029 proyek South Andaman sudah mulai onstream.
Koordinasi
SKK Migas juga telah berkoordinasi dengan ENI sebagai operator Geng North untuk dapat mempercepat proses produksi pasca-penemuan sumber gas besar tersebut sehingga dapat memperkuat neraca gas nasional.
Selain itu, dapat mendukung hilirisasi gas di wilayah tersebut dan menghidupkan kembali operasional Badak LNG Bontang dari dua train menjadi empat train dengan pasokan gas mencapai sekitar 1.700 juta standar kaki kubik gas per hari (MMSCFD) atau setara dengan produksi di Abadi Masela.
Presiden Direktur Mubadala Energy Indonesia Abdulla Bu Ali mengatakan penemuan gas besar merupakan bagian dari program Mubadala Energy ke depan dalam mendukung target produksi Indonesia pada 2030, yaitu 1 juta barel minyak bumi per hari (BOPD) dan 12 BSCFD.
Mubadala Energy akan mempercepat proses untuk memulai pengeboran sumur eksplorasi lainnya di WK yang sama. Oleh karena itu, Mubadala Energy membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar rencana tersebut dapat terwujud.
Abdulla pun mengakui dalam beberapa tahun belakangan, banyak perbaikan yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam hal kepastian hukum dan fiscal term. Apalagi saat ini, pemerintah sudah melonggarkan dan memberikan fleksibilitas dalam hal mekanisme kontrak gross split maupun cost recovery.
Momentum
Pasca-penemuan dua sumber gas bumi, Rystad Energy menilai Indonesia memiliki momentum untuk dapat memenuhi kebutuhan energi secara mandiri, sekaligus mempunyai posisi yang berpengaruh di panggung dunia melalui pemanfaatan potensi sumber daya gas bumi.
Berdasarkan data Rystad Energy, diperkirakan Indonesia memiliki sumber daya gas lebih dari 100 TCF. Volume tersebut mewakili hampir separuh dari total sumber daya gas di Asia Tenggara.
Kendati demikian, Rystad Energy menggarisbawahi bahwa potensi potensi sumber daya yang besar saja tidak cukup karena tantangan sebenarnya ialah memonetisasi sumber daya dapat segera dilakukan.
Misalnya, mengoptimalkan cadangan gas Indonesia, khususnya bagi KKKS memiliki tantangan yang kompleks. Sebagian besar potensi gas belum diproduksikan lantaran berada di wilayah deepwater serta memiliki kandungan CO2 yang tinggi.
Prioritas utama saat ini memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi tujuan investasi investor global.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan menciptakan kebijakan yang tepat demi mengantisipasi kebutuhan energi di masa depan sekaligus memenuhi kebutuhan saat ini, khususnya dalam rangka menghadirkan energi rendah karbon.
Rystad Energy menilai strategi untuk memaksimalkan cadangan gas tersebut harus bertahap.
Dalam jangka pendek, diperlukan perhatian untuk menjalankan kembali proyek-proyek gas yang tertunda karena tantangan pada mergers and acquisition (M&A) dan keterbatasan keuangan.
Dalam jangka menengah, pengembangan Blok Masela dan Indonesia Deepwater Development (IDD) menjadi sangat penting. Namun, masalah harga gas juga jadi salah satu faktor penentu kesuksesan pengembangan kedua blok tersebut.
Tantangan berikutnya adalah penyesuaian dengan kebijakan rendah karbon dan meningkatkan daya tarik fiskal proyek-proyek gas bumi tersebut serta ketersediaan infrastruktur.
Pengembangan infrastruktur dan hub penting untuk mengeksploitasi penemuan pada deepwater. Selain itu, penyesuaian kebijakan penetapan harga gas domestik dan memastikan peningkatan permintaan gas yang stabil juga sangat penting.
Transisi energi
Era transisi energi dapat menjadi momentum bagi perbaikan sektor hulu migas di Indonesia. Gas bumi merupakan jawaban atas kebutuhan energi di tengah masifnya dorongan global untuk menurunkan emisi karbon.
Praktisi migas yang sekaligus merupakan pengajar dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Widhyawan Prawiraatmadja mengungkapkan gas bumi dapat menjadi jembatan menuju era energi baru terbarukan (EBT). Oleh karena itu, dia mengaku tidak akan kaget jika kebutuhan gas bumi ke depannya akan terus meningkat.
Namun, dibutuhkan keberpihakan Pemerintah untuk mengembangkan potensi gas bumi yang ada di Indonesia agar segera dapat dimonetisasi, selain soal infrastruktur gas yang sudah menjadi tantangan sebelumnya.
Widhyawan juga mengatakan bahwa keberlanjutan investasi di sektor hulu migas harus dijaga hingga mencapai tahap monetisasi, setelah adanya temuan sumber-sumber baru seperti di South Andaman dan Geng North tersebut.
Penemuan sumber gas bumi tersebut menjadi “angin segar” untuk mendukung target produksi pada 2030, yakni 12 BSCFD. Untuk itu, percepatan proses produksi dilakukan agar temuan tersebut dapat segera dioptimalkan.***