Fajarasia.id – Korban banjir Libya yang terus bertambah membuat kamar jenazah rumah sakit penuh, hingga otoritas setempat kewalahan mengubur para korban.
Staf rumah sakit dan pejabat yang mengendalikan Libya timur mengatakan kamar mayat penuh dan rumah sakit tak bisa digunakan untuk merawat para penyintas bencana.
Mayoritas penduduk Libya beragama Islam. Berdasarkan hukum dan syariah agama ini orang meninggal harus dikubur dalam waktu tiga hari.
Menteri Negara Urusan Kabinet Libya, Adel Juma, mengatakan tim darurat mencari korban yang hilang dan mayat yang tertimbun di bawah puing-puing.
“Komite Martir (dibentuk) untuk mengidentifikasi orang-orang yang hilang dan menerapkan prosedur untuk mengidentifikasi dan mengubur mereka sesuai hukum dan syariah,” kata Juma, dikutip CNN, Kamis (14/9/2023).
Libya bagian timur, terutama Derna, dilanda banjir bandang usai hujan deras dan Badai Daniel menghantam daerah tersebut.
Banjir kian parah dan menjadi bencana mematikan usai dua bendungan di Derna hancur.
Sejauh ini, setidaknya 5.300 orang tewas. Para pejabat juga mengatakan setidaknya 10.000 orang dilaporkan hilang atau tewas.
Juru bicara pihak berwenang Libya timur, Tariq Kharaz, menyebut 3.200 jenazah sudah ditemukan. Dari jumlah ini, 1.100 di antaranya belum teridentifikasi.
Menteri penerbangan sipil Libya timur, Hichem Abu Chkiouat, kemudian meminta komunitas internasional untuk memberikan bantuan karena Libya tak punya pengalaman menangani dampak bencana.
Operasi penyelamatan di Libya tampak rumit karena perpecahan politik usai Muammar Gaddafi digulingkan pada 2011. Negara ini kemudian terbagi menjadi dua bagian.
Pemerintah Persatuan Nasional (GNU) yang diakui secara internasional memimpin Libya bagian barat, sementara pemerintahan paralel beroperasi di timur, termasuk Derna.***