Lambannya Kasus Rp. 50 Miliar, Dinilai Berdampak Pada Penghargaan Jaksa Agung

Lambannya Kasus Rp. 50 Miliar, Dinilai Berdampak Pada Penghargaan Jaksa Agung

Fajarasia.co – Hingga saat ini, kasus dugaan korupsi pembelian Medium Term Note (MTN) senilai Rp. 50 miliar oleh Bank NTT dari PT. SNP Finance, belum ada kejelasan.  Mirisnya lagi, wacana pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI sebagai ahli dalam menghitung kerugian keuangan negara oleh Kepala Seksi Penyidikan (Kasi Dik) Kejati NTT, Salesius Guntur, S. H, hanya ucapan belaka.

Pasalnya, wacana tersebut hanyalah sebuah wacana namun pelaksanaan dari wacana tersebut tidak terlaksana bahkan terkesan Kasi Dik Kejati NTT, Salesius Guntur, S. H memilih bungkam.

Melihat kinerja Kasi Dik Kejati NTT yang belum juga menuntaskan kasus Bank NTT senilai Rp. 50 miliar ini, membuat ahli hukum pidana pada Unwira Kupang, Mikael Feka angkat bicara.

Mikael Feka kepada wartawan, Jumat (30/09/2022) menegaskan bahwa kinerja Kejati NTT khususnya Kasi Dik Kejati NTT, Salesius Guntur akan mempengaruhi penghargaan kepada Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin yang telah meraih special achievement award dari International Association of Prosecutors (IAP).

Yang mana, penghargaan ini diberikan langsung oleh Cheol Kyu Hwang selaku Presiden IAP dan didampingi Sekretaris Jenderal IAP Han Moraal pada Senin 26 September 2022 lalu.

Menurut Ahli Hukum Pidana ini, jika kinerja Kasi Dik Kejati NTT, Salesius Guntur tidak menunjukan prestasi layaknya Bidang Pidsus Kejagung RI dan Kejari – Kejari di NTT, maka sudah selayaknya dilakukan evakuasi.

“Jika kinerja dan lambannya penanganan kasus Rp. 50 miliar Bank NTT, maka akan mempengaruhi pengahrgaan yang diterima Kejagung RI dan ini juga akan berpengaruh pada kinerja Kejari – Kejari di NTT,” ungkap Mikael.

Ditambahkannya, lambannya kejaksaan dalam menangani kasus Bank NTT senilai Rp. 50 Miliar menunjukkan ketidakseriusan kejaksaan dalam penuntasan kasus dugaan korupsi tersebut.

Seharusnya, kata Mikael, kejaksaan segera memperjelas kasus tersebut apakah kasus korupsi atau bukan. Jika itu adalah kasus korupsi dan memiliki minimal dua alat bukti maka segera ditingkatkan ke tahapan selanjutnya. Namun, jika tidak pidana lain yang bukan korupsi maka segera koordinasikan dan serahkan ke Polda NTT.

“Apabila tidak ada pelanggaran sama sekali maka hentikan prosesnya supaya ada kepastian hukum.  Tidak boleh menggantung sebuah kasus dalam waktu yang tidak menentu sebab dapat menimbulkan tindak pidana lain misalnya suap dan sebagainya,” kata Mikael.

“Tentunya penanganan kasus yang lamban ini akan berdampak pada kinerja kejaksaan dan award internasional yang baru saja diterima harusnya menjadi penyemangat bukan sebaliknya,” ujarnya.

Ditegaskan Mikael, seharusnya Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT menjadi rujukan bagi Kejaksaan Negeri (Kejari) se – NTT dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi. Untuk itu, Kejati NTT harus menjadi contoh.

“Kejati NTT tentunya menjadi rujukan bagi Kejari – Kejari yang ada di NTT dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi. Kejati NTT harus jadi contoh bagi semuanya,” harap Mikael.(rey)

Pos terkait