Fajarasia.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, M Syahrir (MS). Masa penahanan tersangka penerima suap terkait pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) di Riau itu diperpanjang hingga 29 Januari 2023.
“Tim penyidik melanjutkan masa penahanan tersangka MS untuk 40 hari ke depan sampai 29 Januari 2023 di Rutan KPK pada Kavling C1 gedung ACLC,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Kamis (22/12/2022).
Ali menjelaskan, penyidik masih membutuhkan waktu untuk melengkapi berkas penyidikan M Syahrir. Oleh karenanya, penyidik meminta waktu perpanjangan penahanan terhadap Syahrir untuk melengkapi bukti-bukti sebelum dilimpahkan ke tahap penuntutan.
“Perpanjangan ini merupakan bagian dari langkah tim penyidik untuk terus mengumpulkan alat bukti di antaranya dengan memanggil berbagai pihak sebagai saksi,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (PT AA) di Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Riau.
Ketiga tersangka tersebut adalah mantan Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau, M Syahrir (MS); Pemegang Saham PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya (FW); serta General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso (SDR). Syahrir ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Frank dan Sudarso, tersangka pemberi suap.
Dalam perkara ini, M Syahrir diduga pernah meminta uang Rp3,5 miliar ke petinggi PT Adimulia Agrolestari, Sudarso. Uang Rp3,5 miliar tersebut diduga sebagai ‘pelicin’ untuk memuluskan pen
Atas permintaan tersebut, Sudarso kemudian menyerahkan uang senilai 120.000 dollar Singapura ke M Syahrir. Uang tersebut diserahkan di rumah dinas M Syahrir. Syahrir meminta agar Sudarso tidak membawa alat komunikasi saat penyerahan uang.
Setelah menerima uang tersebut, Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari. Dalam ekspose tersebut, Syahrir menyatakan bahwa usulan perpanjangan PT Adimulia Agrolestari bisa ditindaklanjuti.
Namun, usulan tersebut harus disertai dengan surat rekomendasi dari Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Andi Putra. Adapun, isi surat rekomendasi tersebut harus menyatakan bahwa tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar.
Atas rekomendasi Syahrir tersebut, Frank Wijaya kemudian memerintahkan dan kembali menugaskan Sudarso untuk mengajukan surat permohonan ke Andi Putra. Frank meminta supaya kebun
kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan.
Diduga, telah terjadi kesepakatan jahat antara Andi Putra dengan Sudarso. Kesepakatan jahat tersebut diduga juga atas sepengetahuan Frank Wijaya.
Atas perbuatannya, Frank Wijaya dan Sudarso disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Syahrir, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Penetapan terhadap ketiga tersangka tersebut merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Andi Putra. Diketahui, Sudarso merupakan penyuap terhadap Andi Putra. Ia telah divonis bersalah dalam kasus tersebut.****