Fajarasia.id – Halaqah Nasional Pengasuh Pesantren di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta Jawa Barat pada tanggal 22 hingga 24 September 2023 mendatang, akan membahas keadilan pajak dan etika politik Pemilu 2024.
Kegiatan yang diinisiasi Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) itu akan dihadiri sekitar 1000 pengasuh pesantren dari berbagai daerah seluruh Indonesia.
“Halaqah juga akan membahas masalah kebangsaan, antara lain: etika politik kyai, strategi pencegahan kekerasan berbasis agama,” ujar panitia dari pesantren al-Muhajirin Purwakarta, Ifa Faizah, dalam pernyataan remsi diterima SinPo.id, Sabtu, 16 September 2023.
Menurut Ifa, dalam halaqah nanti, secara spesifik membahas netralitas penyelenggara dan aparat dalam Pemilu, stabilitas nasional, serta pengembangan wawasan kebangsaan melalui kurikulum pesantren.
Sedangkan sektor pajak akan dibahas permasalahan terkait kemandirian pesantren, di antaranya inkubasi bisnis pesantren dan keadilan pajak bagi pesantren. Hal itu dinilai penting di tengah gencarnya ajakan pemerintah agar masyarakat patuh membayar pajak.
“Ini satu isu kontroversial mengemuka, yakni kebijakan Tax-Holiday atau pembebasan pajak bagi investor asing di sejumlah sektor strategis, termasuk pembiayaan IKN,” ujar Ifa menjelaskan.
Ia menyebut akan mengupas sejumlah dasar hukum Tax-Holiday di Indonesia adalah uandang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, PMK Nomor 130 Tahun 2011 tentang Pemberian Insentif atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, dan PMK nomor 130 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
“Di sisi lain, muncul pertanyaan, mengapa pemerintah begitu gencar memberi insentif berupa Tax-Holiday kepada investor asing, sementara lembaga pendidikan seperti pesantren dan madrasah yang secara historis memiliki andil besar dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Ifa menegaskan.
Direktur P3M sekaligus penanggung jawab Halaqah Nasional Pesantren 2023, Sarmidi Husna mengatakan, dasar pemikiran pembahasan etika politik dalam acara itu di antaranya status pesantren sebagai basis sosial-keagamaan yang sangat kuat di masyarakat Indonesia.
“Kharisma dan otoritas kyai masih dihormati oleh sebagian besar umat Islam Indonesia,” ujar Sarmidi.
Ia menyebut dukungan kyai terhadap calon atau partai tertentu kerap dimanfaatkan dalam Pemilu. Namun, imparsialitas kyai penting untuk menjaga kredibilitas dan wibawa pesantren itu sendiri.
“Mengapa demikian? Pasalnya, Indonesia tengah menghadapi ancaman polarisasi dan primordialisme yang cukup tajam. Politik identitas, politisasi agama dan ujaran kebencian meningkat tajam di media sosial”, kata Sarmidi Husna menjelaskan.
Dalam kajian itu pesantren dan kyai dapat berperan sebagai kekuatan moderat yang meredam konflik dan mengedepankan persatuan bangsa. Sikap netral kyai akan memperkuat demokrasi sehat yang toleran terhadap perbedaan.****