Fajarasia.id – Bank sentral Indonesia dan Tiongkok sepakat memperpanjang perjanjian bilateral pertukaran mata uang lokal untuk lima tahun ke depan. Nota kesepahaman ditandatangani Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, dan Gubernur People’s Bank of China (PBOC), Pan Gongsheng.
Demikian disampaikan Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, melalui keterangannya yang diterima Senin(10/2/2025). Menurut dia, perjanjian bilateral currency swap arrangement (BCSA) ini mulai berlaku sejak 31 Januari 2025.
“Ini memungkinkan pertukaran mata uang lokal kedua bank sentral hingga sebesar CNY400 miliar dengan nilai rupiah setara,” ujarnya. Jika dikonversikan ke dalam kurs rupiah, jumlah tersebut setara dengan Rp900 triliun.
Denny menegaskan BI dan PBOC berkomitmen untuk semakin mendorong perdagangan bilateral dan investasi langsung dalam mata uang lokal. “Kedua bank sentral juga sepakat bersinergi menjaga stabilitas pasar keuangan,” ucapnya.
Pembaruan perjanjian ini melanjutkan kerja sama yang telah dijalin sejak 2009 dan sempat diperbarui beberapa kali. Perjanjian BCSA tersebut melengkapi kerja sama penyelesaian transaksi berbasis mata uang lokal yang sudah berjalan sejak 2021.
“Kini BCSA telah menjadi skema utama penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi dalam mata uang masing-masing negara,” kata Denny. Ini juga merupakan bagian dari bauran kebijakan BI dalam mendukung Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Khususnya dalam menjaga ketahanan sektor eksternal melalui upaya pemenuhan kecukupan cadangan devisa,” ucapnya. BI memandang pembaruan perjanjian dengan PBOC merepresentasikan peran penting kerja sama internasional sebagai bagian dari bauran kebijakannya.
“Terutama yang mendukung kebijakan utama di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran,” kata Denny. Serta berkontribusi terhadap pengembangan transaksi berbasis mata uang lokal kedua negara.****





