Fajarasia.id – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres menyebut, Konferensi Perlucutan Senjata telah gagal dalam mencapai tujuan. Yakni, untuk menjadi penangkal racun perpecahan dan kelumpuhan diplomatik yang menghalangi perlucutan senjata yang berarti.
“Dan kegagalan ini terjadi ketika kepercayaan global runtuh, dan hal ini disebabkan oleh hal ini. Perpecahan geopolitik, persaingan senjata yang tiada henti, dan terkikisnya kerangka kerja telah menciptakan kebuntuan total,” kata Guterres saat menghadiri Segmen Level Tinggi Konferensi Perlucutan Senjata, di Jenewa, Swiss, sebagaimana dikutip redaksi Kamis (29/02/2024).
“Pihak militer sedang mengembangkan aplikasi-aplikasi baru yang menakutkan dari teknologi-teknologi baru yang sedang berkembang. Termasuk, kecerdasan buatan dan sistem senjata otonom.”
Pada kesempatan itu Guterres mendorong adanya percepatan komitmen perlucutan senjata nuklir, termasuk di bawah Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir. Ia menyebut, pentingnya dunia juga memberlakukan Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif.
“Faktanya, rasa frustrasi mayoritas negara terhadap lambatnya perlucutan senjata menyebabkan dinegosiasikannya Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir. Dunia tidak boleh lagi tersandera oleh alat-alat kematian ini,” ujarnya secara tegas di dalam pertemuan yang juga dipimpin oleh Indonesia melalui Perwakilan Tetap RI untuk Markas PBB di Jenewa, Swiss, Febrian Ruddyard ini.
Selain menilai kegagalan Konferensi Perlucutan Senjata telah berkontribusi pada meningkatnya rasa sinis terhadap solusi multilateral. Guterres menyebut, Konferensi Perlucutan Senjata harus segera direformasi
“Dan ini adalah salah satu dari beberapa bidang kerja di bawah usulan Agenda Baru untuk Perdamaian. Agenda ini menempatkan alat-alat pencegahan dan perlucutan senjata di jantung arsitektur perdamaian dan keamanan global,” ujarnya.
Sekjen PBB menambahkan, ancaman masa depan juga turut disumbang pada dunia digital yang digerakkan oleh teknologi. Selain, hal itu juga diperparah dengan strategi dan pendekatan baru menghadapi sistem senjata nuklir, kimia, biologi, dan otonom yang mengancam masa depan.
“Hal ini menyadari adanya risiko di dunia digital yang digerakkan oleh teknologi, dimana sangat mudah untuk menjadikan domain baru untuk melawan domain lain. Resolusi ini menyerukan reformasi badan-badan dan institusi-institusi PBB yang mendukung rezim perdamaian, keamanan dan pelucutan senjata global,” kata Guterres.
Indonesia resmi memulai masa jabatan sebagai Presiden Conference on Disarmament (CD) atau Konferensi Perlucutan Senjata hingga 15 Maret mendatang. Jabatan ini diwakili Duta Besar Febrian A. Ruddyard selama empat minggu kedepan di Markas PBB Jenewa, Swiss.
CD adalah forum kerja sama multilateral utama didirikan 1979, bertujuan negosiasi perjanjian internasional dalam bidang perlucutan senjata. Saat ini CD beranggotakan 65 negara dengan kemampuan militer signifikan, termasuk Indonesia.****