Oknum Pegawai Honorer di Kupang, Jadi Tersangka Kasus Cabul Sesama Jenis

Oknum Pegawai Honorer di Kupang, Jadi Tersangka Kasus Cabul Sesama Jenis

Fajarasia.id – JN oknum pegawai honorer di Kota Kupang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencabulan anak dibawah umur sesama jenis.

Selain JN, Polda NTT turut menetapkan JP salah satu mahasiswa aktif di Kota Kupang dalam kasus dugaan tindak pidana yang sama.

“Ada dua tersangka baru sehingga total tersangka ada tiga orang. Satu tersangka baru akan kita panggil untuk pemeriksaan lebih lanjut,” ujar Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi didampingi Kanit PPA Subdit IV/Renakta Ditreskrimum Polda NTT, AKP Firdinari Kameo saat ditemui di Polda NTT, Jumat 31 Januari 2025.

Disebutkannya, dua tersangka baru masing-masing JP (26), seorang mahasiswa di Kota Kupang dan JN (28), seorang honorer di sebuah instansi di Kota Kupang. Patar Silalahi menyebutkan kalau tersangka JP sudah diperiksa dan mengakui perbuatannya. Ia tidak ditahan namun sudah menjalani pemeriksaan.

Sementara JN akan segera dipanggil untuk menjalani pemeriksaan. “JP sudah diperiksa tapi tidak ditahan. Tersangka JN akan segera menjalani pemeriksaan pekan depan,” tandasnya.

Dalam kasus ini, juga ada tambahan dua orang korban. “Totalnya sekarang sudah ada tiga orang tersangka dan tiga orang korban,” tambah mantan Kapolres Alor ini.

Dua tersangka tambahan diproses dengan berkas perkara terpisah. Kedua pelaku (Kun dan JP) telah menjalani pemeriksaan dan dilakukan tahap I ke kejaksaan.

Kun yang terlebih dahulu dilaporkan ke polisi dan ditahan sudah menjalani proses hukum atas laporan yang disampaikan korban MD (16), siswa sebuah SMA di Kota Kupang.

Mantan Wadir Resnarkoba Polda NTT ini juga memastikan kondisi kesehatan tersangka Kun dan JP yang diduga sudah tertular penyakit dan membutuhkan kewaspadaan.

“Kami memastikan keduanya tidak ditempatkan dalam satu ruang tahanan. Kami juga bekerja sama dengan pihak (direktorat) Tahti dan tim kesehatan untuk memastikan penanganan lebih lanjut,” ujar Patar Silalahi.

Dijelaskan, modus ketiga pelaku terhadap korban adalah bujuk rayu, memberikan uang dan barang berharga, pemaksaan, serta pemberian obat poppers kepada korban.

Para korban juga dijanjikan imbalan berupa uang, handphone, dan kostum sebagai bentuk manipulasi untuk menjebak mereka. Hal ini mengakibatkan korban merasa terjerat dan tidak mampu melawan.

“Kedua pelaku baru, JN yang berstatus sebagai tenaga honorer, dan JP yang merupakan mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Kota Kupang, melakukan aksi mereka secara perorangan,” tambah Patar.

Ia memastikan hingga kini, belum ada bukti keterlibatan komunitas tertentu dalam kasus ini. Sementara itu, jumlah korban bertambah menjadi dua orang, dengan usia masing-masing 16 dan 17 tahun masing-masing NG (16) dan BN (17).

Kombes Patar menyebut pihaknya terus membuka ruang untuk korban lain melapor melalui layanan konseling di Ditreskrimum Polda NTT. Namun, hingga saat ini belum ada laporan baru yang diterima. “Untuk perkara ini, tahap I tetap dilakukan. Kami tetap membuka ruang pelaporan bagi korban lain,” katanya.

Hasil pemeriksaan kesehatan menunjukkan bahwa salah satu pelaku, JP, dan salah satu korban, DP, terdeteksi positif penyakit menular. “Ini menjadi perhatian serius bagi kami karena melibatkan kesehatan para pelaku dan korban. Penanganan ini memerlukan langkah-langkah khusus untuk mencegah penyebaran lebih lanjut,” tegasnya.

Sebelumnya, PFKS alias Kung (34), tersangka pelecehan seksual sesama jenis terhadap sejumlah siswa mengakui seluruh perbuatannya. Ia pun pasrah menjalani proses hukum sesuai laporan polisi nomor LP/B/378/XII/2024 / SPKT / Polda NTT, tanggal 31 Desember 2024 yang saat ini ditangani unit PPA Subdit IV/Renakta Ditreskrimum Polda NTT.

Tersangka diduga melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 ayat (2) Jo Pasal 76E UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang- undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi undang- undang dan Pasal 6 huruf C UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Ancaman hukuman 15 tahun ditambah sepertiga karena tersangka adalah seorang guru saat kejadian,” tandas Kombes Patar Silalahi.(Rdm)

Pos terkait