Fajarasia.id – Salah satu cara memupuk kecintaan terhadap tanah air adalah dengan mengingat kembali perjuangan para pendiri bangsa ini. Salah satu fakta sejarah yang tidak boleh dilupakan adalah perjuangan para santri dalam mempertahankan kemerdekaan pada perang 10 November 1945 di Surabaya. Perang tersebut dipicu oleh seruan jihad dari KH Hasyim Asy’ari tertanggal 22 Oktober 1945 yang kemudian tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Santri.
Khutbah I
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، أَشْهَدُ اَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ كَمَا صَلَّيْتَ وَسَلَّمْتَ وَبَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا رَبَّكُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّهُ خَيْرُ الزَّادِ وَاتَّقُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ، فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِّأَنفُسِكُمْ ۗ وَمَن يُوْقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون
Hadirin Jama’ah Jumat yang dimuliakan Allah
Peringatan Hari Santri Nasional pada tahun ini memasuki usianya yang kesembilan sejak terbitnya Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015 yang menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Sontak hal ini disambut riang gembira oleh kalangan santri, baik mereka yang masih aktif sebagai santri di pesantren maupun mereka yang sedang berjuang mengembangkan ilmunya di tengah-tengah masyarakat. Kegembiraan ini diwujudkan dalam berbagai kegiatan, mulai dari istighatsah untuk keselamatan bangsa dan negara, bakti sosial, hingga aneka perlombaan.
Penetapan Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober ini didasarkan pada seruan jihad mempertahankan kemerdekaan negara Republik Indonesia yang digawangi oleh KH Hasyim Asy’ari dan para ulama, tepatnya melalui Resolusi Jihad yang terbit pada tanggal 22 Oktober 1945.
Saat itu, ketika Jepang dikalahkan oleh sekutu, Inggris datang ke Indonesia dengan membawa perlengkapan perang, berniat untuk menjajah kembali. Pada saat yang sama, Indonesia baru merdeka selama tiga bulan dan belum memiliki perangkat pertahanan yang memadai. Namun, meskipun harus berhadapan dengan pasukan yang memiliki peralatan perang canggih, bangsa Indonesia tidak punya pilihan lain selain melawan dengan segala daya dan upaya yang ada. Slogan perjuangan mereka saat itu adalah “isy karîman au mut syahidan”, memilih hidup mulia atau mati syahid.
Hadirin Jama’ah Jumat yang dimuliakan Allah
Di sisi lain, ditetapkannya Hari Santri Nasional pada tahun 2015, tidak lepas dari fakta sejarah bahwa bangsa Indonesia saat itu sedang menghadapi badai ideologi transnasional yang menginginkan adanya Khilafah Islamiyah. Tentu saja hal ini akan mengabaikan pemimpin negara yang sudah ada dan seolah tidak mencintai tanah airnya sendiri. Para tokoh yang terpapar ideologi ini tidak segan mengatakan bahwa cinta tanah air tidak ada dalilnya. Padahal kalau ditelisik lebih lanjut, maka akan ditemukan hadits yang berbunyi:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ. وَلَوْ أَنَّ قَوْمِيْ أَخْرَجُوْنِيْ مِنْكِ مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ/3629
Artinya : “Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Alangkah indahnya engkau (Makkah) menjadi satu negeri dan menjadi (negeri) yang paling aku cinta. Seandainya kaumku (tidak) mengusirku darimu, niscaya aku tidak akan mendiami (negeri) selainmu” (HR. At-Tirmidzi/3629)
Hadirin Jama’ah Jumat yang dimuliakan Allah
Dari hadits di atas, maka dapat dipahami secara jelas bahwa Nabi Muhammad SAW sangat cinta terhadap Makkah sebagai tanah kelahirannya, tanah tempat ia tumbuh dan berkembang. Demikian pula dengan umat Islam yang ada di Indonesia, mereka lahir, tumbuh, berkembang hingga wafat dan dikebumikan di Indonesia. Mustahil bagi siapa pun, jika tidak memerlukan negara sebagai tempat bernaung hingga akhir hayatnya. Di antara kebutuhan manusia adalah adanya negara tempat bernaung dan menjadi tempat tinggal yang aman dan nyaman. Dengan demikian, negara harus dijaga dengan menumbuhkan cinta terhadap negara dan bangsa Indonesia.
Hadirin Jama’ah Jumat yang dimuliakan Allah
Tidak cukup sampai di sini, kecintaan Nabi Muhammad SAW terhadap negaranya juga pernah ia ungkapkan ketika berada di Madinah. Cerita dari Sayyidah Aisyah RA, suatu hari Abu Bakar dan Bilal mengalami demam yang memang saat itu sedang mewabah di Madinah. Ketika Bilal hendak sembuh, ia mengumandangkan sebuah nasyid: “Ketahuilah! Apakah aku bermalam di sebuah lembah dan disekitarku rerumputan? apakah aku akan pergi ke Majannah dan mengambil airnya? Apakah tampak di hadapanku Syamah dan Thafilah?” dalam penjelasannya, Majannah, Syamah dan Thafilah merupakan tempat yang dekat dengan Makkah.
Mendengar nasyid Bilal seperti ini, lantas Nabi Muhammad SAW berdoa:
اللَّهُمَّ حَبِّبْ اِلَيْنَا الْمَدِيْنَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى صَاعِنَا وَفِى مُدِّنَا وَصَحِّحْهَا لَنَا وَانْقُلْ حُمَّانَا اِلَى الْجَحْفَةِ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ/1889
Artinya : “Ya Allah! Cintakanlah kami kepada kota Madinah sebagaimana cinta kami kepada Makkah atau lebih. Ya Allah! Berkatilah sha’ dan mudd kami dan sahihkanlah. Serta pindahkan demam kami ke al-Jahfah (sebuah daerah yang banyak kesyirikan).” (HR. Bukhari/1889)
Hadits ini mirip dengan apa yang diajarkan oleh para pendahulu bangsa ini: “Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.” Hal ini mengajarkan kepada umat Islam, bahwa ketika seseorang berpindah dan menempati daerah baru, maka harus cinta terhadap daerah baru tersebut tanpa menceritakan keburukan tempat yang lama.
Hadirin Jama’ah Jumat yang dimuliakan Allah,
Allah SWT berfirman:
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (١) وَطُورِ سِينِينَ (٢) وَهَٰذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ (٣
Artinya : “Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) yang aman ini”. (At-Tin: 1-3)
Dalam ayat di atas, Allah SWT menyebutkan negara yang aman dengan sumpah. Manna’ul Qathan dalam kitabnya al-Mabahits Fi Ulumil Qur’an menegaskan, salah satu kebiasaan bangsa Arab adalah bersumpah dalam berbagai hal, termasuk hal sepele. Namun al-Qur’an hadir dengan redaksi sumpah yang berisi hal besar dan penting. Baik dari sisi hakikat maupun i’tikad. Dengan demikian, ayat di atas dapat dipahami bahwa keamanan negara amat penting. Karena sebagai hal penting maka bukanlah hal berlebihan ketika menjadi keyakinan. Sebagaimana para pendiri bangsa ini menanamkan kecintaan terhadap negara dengan slogan hubbul wathan minal iman, cinta tanah air adalah bagian dari iman.
Hadirin Jama’ah Jumat yang dimuliakan Allah
Peringatan Hari Santri Nasional, pada hakikatnya mengingatkan kembali kaum muslimin di mana pun berada untuk tetap cinta dan menjaga negaranya. Tujuannya jelas, agar negara tetap aman dan damai. Karena keamanan dan kedamaian negara merupakan penopang tegaknya agama. Tidaklah mungkin menjalankan agama dengan sempurna di tengah kekacauan negara. Jangankan menyempurnakan pelaksanaan agama, dalam sebuah negara yang tidak aman, nyawa manusia sering menjadi taruhan setiap saat. Semoga Allah SWT menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang aman dan berkah untuk semua.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ فَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ لِيُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ اِلَى النُّوْرِ طُوْلَ الْأَزْمِنَةِ وَالدُّهُوْرِ، وَاَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا رَبَّكُمْ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلًا لَيِّنًا سَدِيْدًا، إِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّۚ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَتاَبِعِيْهِ وَتَابِعِيْ تَابِعِيْهِ وَمَنْ تَبِعَهُمِ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِأُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللّٰهُمَّ اسْتُرْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَللّٰهُمَّ اَللّٰهُمَّ اجْبُرْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اللَّهُمَّ عَافِ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اللَّهُمَّ احْفَظْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَللّٰهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَحْمَةً عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِأُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ مَغْفِرَةً عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللّٰهُمَّ فَرِّجْ عَنْ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فَرَجًا عَاجِلًا يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
فَيَا عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِۙ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، أَقِيْمُوا الصَّلَاةَ