Fajarasia.c0 – Hingga saat ini, kasus dugaan korupsi pembelian Medium Term Note (MTN) senilai Rp. 50 miliar oleh Bank Nusa Tenggara Timur (NTT), belum bisa dituntaskan oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT).
Semenjak Hutama Wisnu, S. H, M. H menjabat sebagai Kajati NTT, kasus MTN senilai Rp. 50 miliar tidak memiliki perkembangan yang signifikan. Justru, kasus ini semakin diam tanpa adanya perkembangan apapun diakibatkan Kajati NTT, Hutama Wisnu seakan tak mau mengurus kasus tersebut.
Melihat hal ini, Mikael Feka ahli hukum pidana pada Universitas Katholik Widya Mandira Kupang angkat bicara terkait penanganan perkara dugaan korupsi senilai Rp. 50 miliar tersebut.
Mikael Feka keoada wartawan, Jumat (08/07/2022) malam menegaskan Kajati NTT, Hutama Wisnu, S. H, M. H harus menjalankan amanah sebagai aparat penegak hukum (APH) yang baik dan berkualitas.
Menurut Mikael, sebab sikap tidak responsif terhadap kasus MTN pada Bank NTT bisa menurunkan kepercayaan publik NTT terhadap Kejati NTT dan sudah pasti mencoreng prestasi yang pernah diraih oleh Kejati NTT yang pernah diraih.
“Kajati NTT harus menjalankan amanah sebagai penegak hukum yang baik dan berkualitas sebab sikap tidak responsif terhadap kasus ini bisa menurunkan kepercayaan publik NTT terhadap beliau (Kajati NTT) dan sudah pasti mencoreng prestasi yang pernah diraih oleh Kejati NTT yang pernah diraih,” kata Mikael.
“Tidak ada alasan dari Kejati NTT untuk mendiamkan kasus MTN karena kerugian negara telah nyata dan sudah ada hitungannya oleh BPK RI Perwakilan NTT,” tambahnya.
Ditegaskan Mikael, dokumen LHP BPK RI Perwakilan NTT sebagai bukti surat dan keterangan dari yang ditugaskan oleh BPK RI Perwakilan NTT sebagai alat bukti keterangan Ahli, sehingga kasus itu sudah seharusnya memiliki kepastian hukum.
Masih menurut Mikael, kasus MTN jangan sampai menciderai penegakan hukum tindak pidana korupsi yang semakin membaik dimana Kejati NTT tekah mendapatkan kepercayaan publik.
“Jangan sampai dengan kasus MTN membuat kepercayaan publik menjadi menurun. Kalau sudah ada nilai kerugian Negara dari BPK RI Perwakilan NTT yang secara konstitusional menjadi kewenangan BPK maka tidak ada alasan bagi Kejati NTT untuk tidak menangani kasus MTN sampai tuntas,” katanya.
Kasus MTN, lanjutnya, menjadi ujian bagi Kajati NTT, Hutama Wisnu, S. H, M. H, apakah mampu menyelesaikan kasus ini atau tidak. Syarat mutlak tindak pidana korupsi adalah adanya kerugian Negara.
Dijelaskan ahli hukum pidana ini, dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara maupun dalam Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2006 Te
tentang BPK menyebutkan bahwa Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
“Dari LHP BPK bahwa Negara mengalami kerugian maka sudah seyogyanya Kejati NTT melakukan langkah tegas dalam menangani kasus tersebut. Jangan sampai Kejati NTT dinilai tidak berdaya dalam kasus MTN ini. Harus ada kepastian hukum. Jika menurut kejati NTT bahwa perkara tersebut bukan perkara pidana maka hentikan prosesnya tetapi kalau ada unsur pidana korupsi maka segera tingkatan prosesnya,” pungkas Mikael.(rey)