Fajarasia.id – Anura Kumara Dissanayake, seorang anggota parlemen Marxis, memenangkan pemilu presiden Sri Lanka. Komisi Pemilihan Sri Lanka mengumumkan hasil pemilu pada hari Minggu (22/9/2024).
Pemilih menolak penguasa politik lama yang dianggap bertanggung jawab atas kehancuran ekonomi negara tersebut. Dissanayake merupakan seseorang yang populer di kalangan kaum muda dengan kampanye pro-kelas pekerja dan anti-elit politik.
Ia mengalahkan pemimpin oposisi Sajith Premadasa dan Presiden petahana Ranil Wickremesinghe. Berdasarkan data Komisi Pemilihan, Dissanayake menerima 5,7 juta suara, sementara Premadasa memperoleh 4,5 juta, dikutip dari Associated Press News.
Pemilu ini sangat penting karena Sri Lanka tengah berupaya pulih dari krisis ekonomi terburuk dalam sejarahnya. Dalam sebuah pernyataan di media sosial, Dissanayake berterima kasih kepada para pendukungnya dan menyebut kemenangan ini sebagai hasil usaha kolektif.
Presiden Wickremesinghe mengucapkan selamat kepada Dissanayake dan berharap ia akan melanjutkan upaya pemulihan ekonomi yang telah dimulai. Pemilu ini juga dianggap sebagai referendum atas kepemimpinan Wickremesinghe.
Wickremesinghe, merupakan pemimpin restrukturisasi utang negara dengan bantuan Dana Moneter Internasional (IMF). Dissanayake telah menyatakan niatnya untuk merundingkan ulang kesepakatan dengan IMF guna meringankan beban langkah-langkah penghematan.
Namun, Wickremesinghe memperingatkan perubahan tersebut dapat menunda pencairan dana hampir $3 miliar (45,5 triliun rupiah) untuk stabilitas ekonomi. Selama masa kepemimpinan Wickremesinghe, inflasi menurun, cadangan devisa menguat.
Pertumbuhan ekonomi sebesar 2% diperkirakan akan tercapai tahun ini, setelah kontraksi sebesar 7% pada tahun 2022. Meskipun demikian, warga Sri Lanka masih menghadapi pajak yang tinggi dan biaya hidup yang meningkat.
Seorang pemilih bernama Ranuka Priyanthi, berharap presiden baru dapat mengakhiri penderitaan yang disebabkan oleh krisis ekonomi. Tantangan utama Dissanayake adalah menstabilkan ekonomi di tengah kekhawatiran dunia bisnis terkait latar belakang Marxisnya.***