Fajarasia.id – Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin mengatakan masuknya celana bermotif gajah buatan China ke pasar dipandang sebagai pembelajaran bagi Thailand dalam memanfaatkan peluang perdagangan.
Fenomena merebaknya tren penggunaan celana dengan motif gajah di kalangan wisatawan, disebut Thai News Agency sebagai isu dramatis karena kebijakan soft selling power pemerintah.
Namun, pasar Thailand lebih lambat dibandingkan dengan China karena sebagian besar celana bermotif gajah yang merupakan khas Thailand, diimpor oleh China ke tujuan belanja favorit wisatawan secara grosir maupun eceran.
Perdana Menteri Thavisin pun menekankan bahwa isu tersebut merupakan sebuah persaingan yang timbul sebagai akibat dari masalah perdagangan.
“Ini adalah masalah perdagangan, dan jika ada peluang, di situ pula terdapat persaingan. Pentingnya terletak pada perlindungan hak cipta dan bertindak cepat untuk memanfaatkan peluang perdagangan. Jika Thailand menunda, negara lain akan memimpin. Situasi ini menjadi pelajaran berharga yang perlu didiskusikan dan disikapi,” ucapnya.
Satu laman Facebook, yang kerap membagikan berita mengenai Thailand dan China menyatakan bahwa sebuah situs grosir China 1688, menjual celana gajah dengan harga masing-masing 6 yuan atau sekitar Rp13 ribu dan laris manis dalam jumlah banyak.
Akibatnya, penjualan dengan harga yang kompetitif menjadi tantangan bagi produsen dan pedagang Thailand. Kemudian, muncul pertanyaan bagaimana pabrik-pabrik Thailand dapat bersaing ketika produk-produk China diproduksi dengan harga yang begitu rendah.
Kantor Berita Thailand menilai Thailand akan kesulitan untuk bersaing dari segi biaya karena harus tetap memperhatikan kualitas produk.
Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan Thailand disarankan untuk mempertimbangkan pemberian label “Thai Select” guna mensertifikasi kualitas celana gajah buatan Thailand.
Permasalahan serupa tidak hanya terbatas pada celana motif gajah saja, namun juga produksi lain, seperti celana bermotif kucing yang merupakan produk fesyen soft power dari Provinsi Nakhon Rarhasima turut menghadapi persaingan serupa dari produk impor China.****