Fajarasia.co – Pemerintah Indonesia menginisiasi kajian implementasi perjanjian Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) dengan Uni Eropa. Hal ini sehubungan dengan perdagangan produk hasil hutan dan komoditas pertanian dikaitkan dengan aspek deforestasi (penggundulan hutan).
FLEGT sendiri biasa dikenal dengan tindak penegakan hukum, tata kelola. Serta perdagangan sektor kehutanan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) KLHK Agus Justianto menyatakan kajian ini merupakan tonggak penting. Untuk mengetahui kebijakan global terkait aspek legalitas produk dan kelestarian hutan dalam perdagangan hasil hutan.
“Kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai keberterimaan, pengakuan, persepsi dan insentif pasar, khususnya pasar Eropa atas kayu berlisensi FLEGT,” kata Agus dalam keterangan persnya, Minggu (25/9/2022).
Menurutnya, kajian tersebut merupakan tindak lanjut dari diskusi tingkat tinggi. Diskusi antara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dengan para Duta Besar Republik Indonesia untuk Eropa.
Kajian dilaksanakan oleh tim dari Universitas Freiburg Jerman dan Institut Sebijak Universitas Gajah Mada. Dengan dukungan pembiayaan dari Pemerintah Indonesia (Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Republik Federal Jerman) dan dari Pemerintah Inggris.
“Kajian diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana VPA FLEGT saat ini berfungsi, khususnya di Indonesia dan Eropa. Apa saja langkah kebijakan sisi permintaan baru yang muncul di beberapa pasar utama,” katanya.
Ia menyebut harapan Indonesia agar FLEGT VPA dapat diimplementasikan secara konsisten oleh kedua belah pihak. Baik di sisi negara produsen maupun negara konsumen.
“Negara produsen perlu memberikan pengakuan pasar yang luas atas sistem nasional melalui kemitraan yang menerapkan prinsip-prinsip saling percaya. Saling menghormati dan saling menguntungkan pihak-pihak yang terlibat,” katanya.
Usai peluncuran hasil kajian ini, KLHK bersama dengan Kedutaan Besar RI di Republik Jerman menyelenggarakan pertemuan. Guna membahas mengenai hasil kajian serta rekomendasi terkait kebijakan yang perlu diambil ke depan.
Pertemuan tersebut membahas dua isu utama yaitu hambatan perdagangan yang dihadapi negara produsen kayu dan upaya mengatasi hambatan. Lalu, strategi apa saja yang dapat digunakan memperkuat skema nasional di masing-masing negara produsen.
Hasil kajian selanjutnya akan menjadi basis bagi perumusan kerjasama pengakuan skema penjaminan legalitas. Hal ini akan dibahas di ‘Broader market recognition’ dan di forum Conference of Parties (COP) 27.****