Fajarasia.id – Partai Buruh mengajukan uji formil Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
UU ini merupakan undang-undang yang menetapkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
Koordinator kuasa hukum Partai Buruh, Said Salahuddin, menjelaskan bahwa pihaknya sudah mengajukan uji formil ini tepat pada Hari Buruh, 1 Mei 2023.
“Momentum itu kami pilih untuk membangun persepsi dikalangan buruh bahwa Mayday adalah hari perlawanan terhadap UU Cipta Kerja,” kata dia kepada wartawan, Kamis (4/5/2023).
“Terhadap permohonan itu MK sudah memberikan tanda terima nomor 44/PAN.ONLINE/2023,” lanjutnya.
Hari ini, Partai Buruh datang ke MK untuk menyerahkan dokumen fisik. Said menjelaskan, ada 5 alasan Partai Buruh mengajukan uji formil ini.
“Alasan pertama, UU Ciptaker termasuk pada saat masih berstatus Perppu, jelas-jelas telah mengangkangi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang pada prinsipnya menyatakan UUCK inkonstitusional. Ini jelas pembangkangan konstitusi,” ujar Said.
Alasan kedua, penerbitan Perppu Ciptaker oleh Presiden RI Joko Widodo tidak memenuhi kondisi-kondisi serta unsur-unsur kegentingan memaksa yang sudah ditetapkan standarnya oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009.
Alasan ketiga, pembentukan Perppu Ciptaker dan UU Ciptaker tidak memenuhi syarat partisipasi masyarakat secara bermakna.
Menurut Said, diundangnya perwakilan konfederasi serikat buruh selama penyusunan beleid itu hanya formalitas para pengambil kebijakan agar dianggap telah melibatkan pekerja.
Sementara itu, masukan para pekerja tak diakomodir dalam UU Ciptaker. Alasan “yang tak dapat dibantah” Di samping 3 alasan tadi, Said mengeklaim bahwa pihaknya juga menyertakan dua argumentasi lain yang menurutnya tidak dapat dibantah oleh siapa pun, termasuk MK. Partai Buruh meyakini argumentasi ini membuktikan bahwa UU Ciptaker memang inkonstitusional.
Pertama, fakta bahwa penetapan Perppu Ciptaker menjadi UU melampaui batas waktu yang diatur.
Dalam Pasal 22 UUD 1945, disebutkan bahwa perppu harus disetujui DPR RI dalam “persidangan berikut”.
Jika tidak disetujui, maka perppu harus dicabut. Lalu, UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) menegaskan bahwa “persidangan berikut” adalah masa sidang pertama setelah perppu ditetapkan.
Masalahnya, Perppu Ciptaker diundangkan pada 30 Desember 2022.
Merujuk regulasi di atas, DPR mestinya menyetujuinya jadi undang-undang pada Rapat Paripurna masa sidang pertama yang jatuh pada tanggal 10-16 Januari 2023. Namun demikian, para anggota Dewan di Senayan baru menyetujuinya pada DPR pada Rapat Paripurna tanggal 21 Maret 2023.
“Jadi, kalau DPR bilang mereka sudah memberikan persetujuan terhadap Perppu Cipta Kerja pada masa sidang pertama, yaitu tanggal 15 Januari, itu jelas kebohongan publik,” jelas Said.
“DPR tidak pernah menggelar Rapat Paripurna di bulan Januari dengan agenda memberikan persetujuan terhadap Perpu Cipta Kerja. Yang ada, pada tanggal 15 Januari 2023 DPR baru sebatas menyepakati Perpu Cipta Kerja di forum rapat Pembicaraan Tingkat Satu,” lanjutnya.
Kedua, Pasal 42A UU PPP mengatur bahwa produk hukum yang bersifat omnibus harus memiliki dokumen perencanaan.
Pada bagian Penjelasan, disebutkan bahwa dokumen perencanaan itu di antaranya berupa prolegnas (program legislasi nasional) dan program penyusunan peraturan.
Partai Buruh menegaskan, perppu yang seharusnya dibuat untuk mengatasi kegentingan yang memaksa, tidak selaras dengan kriteria pembentukan beleid omnibus yang mesti terencana dengan baik.
“Karena sifat kemendesakannya, dia dibentuk tanpa harus melalui sebuah dokumen perencanaan, apalagi harus terlebih dahulu dimasukan dalam prolegnas,” kata Said.
“Di sini lah argumentasi bahwa Perppu Cipta Kerja cacat formil dan harus dinyatakan inkonstitusional menemukan korelasinya,” lanjutnya.
Ciptaker diuji bertubi-tubi Sempat dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK beleid ini akhirnya kembali menemui jalan mulus setelah Presiden RI Joko Widodo menerbitkannya dalam format perppu pada 2022, yang kemudian disetujui DPR awal tahun ini sebagai undang-undang.
Namun demikian, “pembaruan” ini tak melenyapkan masalah lama sama sekali. Seperti UU Ciptaker lawas yang digugat berkali-kali ke MK, versi barunya pun bernasib sama.
Organisasi buruh dari berbagai sektor industri beserta perorangan pekerja sudah mempersoalkan UU Ciptaker anyar ini ke MK.
MK Mahkamah Konstitusi sedikitnya telah menerima permohonan pengujian formil dan materiil UU Ciptaker yang diajukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesi/KSBSI, sejumlah federasi/organisasi serikat pekerja seperti Persatuan Pegawai Indonesia Power, Federasi Serikat Pekerja Indonesia, Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia dkk., serta Serikat Pekerja PT PLN dan Serikat Pekerja PT Pembangkit Jawa Bali, dkk.
Sebelumnya, tepatnya Jumat (14/4/2023), MK menyatakan tidak menerima permohonan pengujian formil Perppu Ciptaker gara-gara perppu itu kadung disahkan sebagai undang-undang sehingga kehilangan objek perkaranya.****