Fajarasia.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan peningkatan kapasitas santri sebagai pelopor dan pelapor (2P) penting dalam penanganan perundungan.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Sipil, Informasi dan Partisipasi Anak KPPPA Endah Sri Rejeki mengatakan peningkatan kapasitas tersebut, seperti melalui forum anak oleh kementerian itu dapat membekali anak dengan kemampuan melindungi diri.
“Apa yang harus dilakukan, seperti dukungan psikologi awal, itu harus dilatihkan untuk anak-anak supaya mereka juga ketika ada temannya yang mungkin curhat, keluhan, mungkin dia mengalami kekerasan, itu anak-anak juga tahu apa yang harus dilakukan,” ujar Endah dalam “Pesantren Ramah: Katakan ‘Tidak’ pada Bully dan Kekerasan Seksual di Pesantren” yang disiarkan Duta Santri Nasional di Jakarta, Sabtu.
Endah menjelaskan yang dimaksud pelopor dalam konsep itu adalah santri sebagai agen perubahan yang positif, yang dapat menginspirasi teman-temannya untuk melakukan hal-hal baik sehingga perundungan dapat dihindarkan. Misalnya, dengan memberikan contoh dalam menghormati orang lain, baik guru, orang lebih tua, senior maupun junior.
“Sebagai pelopor, sebenarnya juga diharapkan anak-anak, para santri ini juga bisa aktif menjadi pelapor,” katanya.
Menurut dia, penting bagi anak-anak untuk tahu ke mana mereka harus melaporkan kejadian perundungan. Oleh karena itu, dia menilai mekanisme pelaporan kekerasan di pesantren, yang mencakup perlindungan saksi perlu dibentuk dan disosialisasikan agar santri merasa aman dan tahu ke mana harus melapor.
Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan perundungan di lingkup pendidikan adalah sebuah fenomena gunung es, di mana sedikit yang terlihat, namun sebenarnya banyak yang terjadi.
“Sebenarnya kalau dilihat dari survei ini, sebenarnya angkanya sudah mulai menurun ya, kasus kekerasan itu. Tetapi karena yang sekarang ini yang berani melapor sudah lebih banyak, sehingga kelihatannya lebih banyak,” katanya.
Hal itu, kata dia, disebabkan oleh berubahnya zaman, di mana sekarang adalah era keterbukaan informasi, sehingga mendorong para korban untuk menyuarakan kejadian yang dialaminya.
Dia menuturkan, dalam perundungan, ada relasi kuasa yang kompleks, di mana ada yang merasa lebih, baik dari sisi ilmu maupun senioritas, sehingga merasa dapat mengendalikan yang lainnya.
Apabila perundungan terus dibiarkan, ujarnya, maka korban dapat menjadi perundung yang selanjutnya karena didasari motif balas dendam, sehingga siklus kekerasan terus terjadi. Bahkan, kata Endah, ada juga korban yang menjadi depresi, dan berujung pada bunuh diri.
Dalam kesempatan itu, dia mengatakan bahwa apabila mengalami kekerasan, dapat mengontak Kementerian PPPA melalui SAPA 129, di nomor Whatsapp 08-111-129-129.***