Fajarasia.id – Memakmurkan bumi pada hakikatnya merupakan bentuk konkret ketaatan seorang hamba kepada Allah. Pasalnya, setiap upaya menjaga, merawat, dan mengelola alam secara bijak, perintah langsung Ilahi.
Dalam Surah Hud ayat 61, Al-Qur’an, Allah menciptakan bumi untuk manusia dan memberikan mandat agar manusia memelihara serta memakmurkannya. Untuk itu, teks khutbah Jumat berikut ini berjudul: “Memakmurkan Bumi sebagai Bentuk Ketaatan kepada Allah.”
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى : لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۗ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِࣖ
Salah satu amanah terbesar yang Allah titipkan kepada manusia adalah tugas sebagai khalifah di muka bumi. Tugas ini bukan hanya untuk menikmati keindahan alam, tetapi juga menjaga, merawat, dan memakmurkan bumi. Allah berfirman dalam surat Hud ayat 61 :
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا
Artinya; “Dia-lah yang menciptakan kamu dari bumi dan memerintahkan kamu untuk memakmurkannya.” (QS. Hud: 61)
Menurut Syekh Ali Jum‘ah dalam kitab al-Bi’ah wal Hifadz ‘alaiha min Mandzur Islami, perintah untuk memakmurkan bumi bukan hanya terbatas pada pembangunan fisik seperti jalan, gedung, atau jembatan. Lebih dari itu, perintah ini mencakup seluruh upaya manusia dalam meningkatkan kualitas kehidupan di muka bumi.
Bagi Syekh Ali Jum‘ah, seluruh alam semesta dengan berbagai bentuk dan manifestasinya diciptakan oleh Allah untuk melayani manusia. Karena itu, manusia berkewajiban mengelolanya dengan penuh kebijaksanaan, tanggung jawab, dan menjauhi segala bentuk kerusakan.
Syekh Ali Jumah menulis dalam kitab al-Bi’ah wal Hifadz ‘alaiha min Mandzur Islami, halaman 67, “Allah memerintahkan manusia untuk memakmurkan bumi. Memakmurkan bumi mencakup segala pekerjaan yang bertujuan memperbaiki kondisi bumi dan menyediakan kebutuhan hidup di dalamnya.
Seluruh alam semesta dengan segala manifestasi dan keberadaannya diciptakan untuk melayani manusia. Oleh karena itu, manusia wajib memakmurkan dan memeliharanya.”
Artinya, setiap langkah manusia dalam mengolah tanah, menjaga kejernihan air, melindungi hutan, atau mengembangkan ilmu pengetahuan, sejatinya adalah bentuk ibadah dan pengabdian kepada Sang Pencipta. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ
Artinya; “Sesungguhnya dunia ini indah dan hijau, dan Allah menjadikan kalian sebagai pengelola di dalamnya. Maka Allah melihat bagaimana cara kalian mengelolanya.” (HR. Muslim) Imam al-Qurthubi, dalam Jami‘ Li Ahkam al-Qur’an Jilid IX, halaman 56, mengutip pendapat seorang tabi’in, Zaid bin Aslam bahwa salah satu bentuk paling nyata dari i‘mār (pemakmuran bumi) adalah membangun tempat tinggal dan menanam pepohonan. .
Sementara itu, Ibnu Asyur, dalam Tahrir wa Tanwir Jilid XIII, hlm. 108, memperluas cakupan istilah i‘mār. Menurutnya, “memakmurkan” mencakup seluruh aktivitas yang menghidupkan bumi, dari Pembangunan, menanam pepohonan, hingga pertanian.
Bahkan, kegiatan bercocok tanam itu sendiri disebut sebagai ‘imārah, karena inti dari semua itu adalah menghadirkan kemanfaatan bagi kehidupan manusia. Namun Ibnu Asyur juga mengingatkan: setelah perintah memakmurkan bumi dalam surat Hud ayat 61, Allah langsung menyeru manusia untuk beristighfar dan bertaubat. Artinya, pembangunan tanpa kesadaran moral hanya akan melahirkan kerusakan baru. Pemakmuran bumi tidak boleh dipisahkan dari spiritualitas.
Hadirin jamaah shalat Jumat yang berbahagia
Sering kali ada pandangan, bahwa alam kerap diposisikan sebagai objek pasif: sesuatu yang boleh dieksploitasi selama memberi manfaat ekonomi. Paradigma ini begitu mengakar, bahkan sering menjadi justifikasi bagi perusakan lingkungan atas nama pembangunan.
Padahal, jika ditinjau dari perspektif Islam, alam bukanlah benda mati yang bisa diperlakukan sesuka hati. Ia adalah ayat, atau tanda-tanda kehadiran dan kebesaran Allah. Menariknya, Al-Qur’an menggunakan istilah yang sama untuk menyebut dua hal sekaligus: ayat dalam mushaf dan ayat dalam semesta.
Yang pertama tertulis (qur’an tanzilī), yang kedua terbentang di jagat raya (qur’an kaunī).
Keduanya memiliki kedudukan spiritual yang setara: sama-sama medium untuk mengenal Tuhan. Allah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat ayat 20–21:
وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِّلْمُوقِنِينَ. وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
Artinya; “Di bumi terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin; dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
Ayat ini mengandung pesan penting, bahwa untuk menemukan Tuhan, manusia tidak hanya diperintahkan membaca Kitab Suci, tetapi juga membaca alam semesta. Sebab, pepohonan yang rindang, aliran sungai, hembusan angin, bahkan sebutir pasir, semuanya adalah tanda-tanda (آيات) kekuasaan Allah yang harus direnungi dan dijadikan bahan tadabbur. Ma’asyiral muslimin,
jemaah Jumat yang berbahagia
Dengan cara pandang ini, merusak lingkungan bukan sekadar pelanggaran ekologis. Lebih dari itu, ia adalah bentuk penodaan terhadap ayat-ayat Allah. Betapa tidak, jika mushaf yang berisi firman Allah kita robek adalah dosa besar, maka merusak alam, yang juga merupakan ayat-ayat Allah di alam semesta, sesungguhnya tak kalah berat dosanya.
Oleh karena itu, menjaga alam bukan semata-mata soal konservasi atau urusan teknis lingkungan hidup. Ia adalah bagian dari kesalehan kita kepada Allah.
Dalam kerangka ini, ekologi bukan hanya wacana sains, tetapi persoalan moral dan teologis. Jika manusia benar-benar mengaku mencintai Al-Qur’an, maka seharusnya ia juga mencintai ayat-ayat Allah yang terbentang luas di jagat raya ini. Pertanyaan penting bagi kita semua: masih pantaskah kita menyebut diri beriman bila ayat-ayat Allah yang ada di bumi ini terus kita abaikan, bahkan kita rusak dengan tangan kita sendiri?
Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang berbahagia
Namun realitas hari ini menunjukkan ironi. Kerusakan lingkungan justru banyak lahir dari tangan manusia: pemborosan air dianggap wajar, penebangan hutan dilegitimasi atas nama pembangunan, sampah dibuang sembarangan seolah bumi adalah keranjang raksasa, sungai dipenuhi limbah rumah tangga maupun industri, dan habitat satwa liar dikikis demi membuka lahan baru. Allah telah memperingatkan dalam surat Rum ayat 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ ٤١
Artinya; “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Sejatinya, berbagai bentuk kerusakan yang dilakukan manusia terhadap alam merupakan bagian dari dosa ekologis. Kita sering kali memahami ibadah hanya sebatas sajadah dan ritual semata. Padahal, menjaga kebersihan sungai bisa jadi termasuk ibadah yang dicintai Allah.
Maka jika kerusakan itu terus dibiarkan, bencana bukan lagi takdir, melainkan buah dari kelalaian kolektif. Sudah sepantasnya kita bertanya kepada diri sendiri: Apakah kita masih layak disebut sebagai khalifah di bumi jika keberadaan kita lebih banyak membawa mudarat daripada maslahat?
Karena itu, mari mulai dari hal-hal sederhana namun bermakna: tidak membuang sampah sembarangan, menghemat air saat berwudhu, menanam pohon di sekitar rumah, dan mengajarkan anak-anak untuk mencintai lingkungan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ