Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Program Wajib Kuliah Untuk Pemerataan Akses Pendidikan Hingga Perguruan Tinggi

Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Program Wajib Kuliah Untuk Pemerataan Akses Pendidikan Hingga Perguruan Tinggi

Fajarasia.co – Ketua MPR RI sekaligus Dosen Tetap (NIDK) Universitas Terbuka Bambang Soesatyo menuturkan pada periode tahun 2030-2040, Indonesia diprediksi akan mengalami periode puncak bonus demografi. Di mana penduduk usia produktif, pada rentang usia 15-64 tahun, jumlahnya akan lebih besar dibandingkan penduduk usia non-produktif, pada rentang usia bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun.

“Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Agar dapat memetik manfaat bonus demografi secara optimal, maka ketersediaan sumber daya manusia usia produktif yang melimpah harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dari sisi pendidikan dan keterampilan, agar memiliki daya saing dalam menghadapi keterbukaan pasar tenaga kerja,” ujar Bamsoet dalam acara Seminar Wisuda Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka Purwokerto secara daring dari Jakarta, Senin (5/9/22).

Ketua DPR RI ke-20 sekaligus mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, saat ini dunia pendidikan di Indonesia masih menyisakan banyak persoalan. Hal ini tercermin dari peringkat pendidikan negara-negara di dunia, yang dipublikasikan World Population Review pada tahun 2021. Dalam daftar tersebut, Indonesia menempati peringkat ke-54 dari 78 negara di dunia. Bahkan di kawasan Asia Tenggara saja, peringkat Indonesia masih berada di bawah Singapura (peringkat 21), Malaysia (peringkat 38) dan Thailand (peringkat 46).

“Salah satu persoalan besar yang kita hadapi adalah terkait ketimpangan dan keterbatasan akses pendidikan, yang tergambar dari kesenjangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), di mana IPM di DKI mencapai 81,11. Sementara IPM di Provinsi Papua ‘hanya’ 60,62. Ketimpangan tersebut juga terlihat dari rendahnya Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi, yang pada tahun 2021 tercatat sebesar 31,18 persen,” kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menegaskan, pada prinsipnya hak untuk mendapatkan pendidikan dalam berbagai jenjang, adalah hak setiap warga negara yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28 C ayat 1, pasal 28 E ayat 1, dan pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam konsepsi inilah, maka pemerataan akses pendidikan pada jenjang perguruan tinggi, harus difasilitasi oleh negara secara optimal.

“Pendidikan perguruan tinggi tidak boleh menjadi ‘menara gading’ dalam segala dimensi pemaknaannya, yaitu sulit dijangkau aksesnya, dengan kesan eksklusivitas yang digantung setinggi langit, memiliki ketimpangan yang sedemikian jauh dari realitas sosial sekitarnya, dan mengabaikan fungsi kampus sebagai sarana pengabdian pada masyarakat, sebagai salah satu darma perguruan tinggi. Pendidikan tinggi harus dapat dijangkau dan diakses oleh sebesar-besarnya masyarakat, dan bukan menjadi barang eksklusif yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil atau segelintir kelompok masyarakat,” urai Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, salah satu daya dongkrak bagi peningkatan kompetensi dan daya saing sumber daya manusia, adalah pemerataan akses pendidikan tinggi. Namun pada kenyataannya, merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, dari sekitar 138 juta angkatan kerja pada 2020, hanya sekitar 10-12 persen yang merupakan lulusan perguruan tinggi. Fakta lain, setiap tahun, dari sekitar 3,7 juta lulusan SMA dan sekolah sederajat, sekitar 1,9 juta orang diantaranya tidak melanjutkan kuliah.

“Untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju, kita membutuhkan lebih banyak lagi sumber daya manusia berkualitas. Karena itu, konsep pemerataan pendidikan tinggi yang diusung oleh UT, sebagai institusi pendidikan yang berupaya ‘menjangkau yang tidak terjangkau’, menjadi prinsip yang sangat relevan dan kontekstual. Konsep pendidikan yang ditawarkan oleh UT untuk mengajak generasi muda bangsa berkuliah tanpa terkendala jarak dan waktu, harus menjadi sikap kolektif dari segenap institusi pendididikan tinggi yang tersebar di seluruh nusantara,” pungkas Bamsoet.***

Pos terkait