Kejakgung Gandeng PPATK Bongkar Aliran Dana BTS ke Parpol

Kejakgung Gandeng PPATK Bongkar Aliran Dana BTS ke Parpol

Fajarasia.id – Kejaksaan Agung (Kejakgung) akan mendalami aliran dana kasus korupsi BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Dugaan aliran dana ke partai-partai politik maupun ke anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak akan luput ditelusuri jika benar ada.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengungkapkan, tim penyidikannya sudah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran uang tujuh tersangka yang sudah ditetapkan dalam kasus yang merugikan negara Rp 8,32 triliun itu.

Kerja sama dengan PPATK juga untuk mengurai ke mana saja uang hasil dugaan korupsi yang bersumber dari kerugian negara dalam proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti. Febrie mengatakan, tim penyidikannya sudah mulai menggali alat-alat bukti dan petunjuk soal dugaan keterlibatan banyak pihak dalam skandal korupsi tersebut.

“Kalau mengenai dugaan aliran dana ke partai politik dan DPR, kita tidak bisa menduga-duga. Kita menunggu hasil koordinasi penyidik dengan PPATK yang saat ini sedang didalami,” kata Febrie saat dihubungi, Sabtu (27/5/2023).

Febrie mengaku telah mendengar informasi publik maupun penyampaian dari Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menengarai dugaan aliran uang korupsi BTS 4G Bakti ke partai-partai politik. Begitu juga dengan dugaan aliran dana ke Komisi I DPR sebagai mitra pendukung proyek tahun jamak setotal Rp 28 triliun itu.

“Itu kan yang Menko sampaikan terkait uangnya ini ke mana saja, bukan ke partai-partai politik saja. Jadi, nanti kita lihat hasil dari temuan penyidik dan PPATK dalam rangka kita dapat mengejar pihak-pihak lain, dan juga untuk pengembalian kerugian negaranya,” kata Febrie.

Karena itu, Febrie, pun menambahkan, untuk beberapa dari tujuh tersangka yang sudah ditetapkan, penyidik menerapkan sangkaan TPPU. “Penerapan TPPU ini kan kita untuk tahu uang korupsinya ini ke siapa saja, untuk apa saja,” sambung Febrie.

Proyek tahun jamak pembangunan BTS 4G Bakti Kemenkominfo disetujui melalui Komisi I DPR, termasuk soal besaran anggarannya. Kata Febrie, proyek berkelanjutan itu disetujui untuk 2020 sampai 2025.

“Besar seluruh anggaran itu (Rp) 28 triliun sampai 2025,” begitu kata Febrie.

Nominal tersebut, ia melanjutkan, untuk membangun 7.000-an menara telekomunikasi di seluruh wilayah terluar di Indonesia. Pada 2022, Dirjen Anggaran Kemenkeu sudah mencairkan Rp 10 triliun atas permintaan Kemenkominfo. Dari pencairan nominal tersebut, sebanyak 4.200 titik BTS 4G Bakti diketahui bermasalah, tidak terbangun, dan tak sesuai spesifikasi. Sementara itu, pelunasan untuk ribuan menara bermasalah tersebut sudah dicairkan 100 persen.

“Jadi, dari total anggaran (Rp) 28 T sekian itu, 10 T sekian dicairkan dan menurut BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Red) itu kerugiannya 8 T sekian (Rp 8,3 triliun, Red). Itu kan artinya sangat besar kerugian negaranya,” ujar Febrie.

Versi BPKP, Senin (22/5/2023), nilai Rp 8,32 triliun itu terdiri atas tiga klaster. Kerugian pertama berkaitan dengan biaya penyusunan kajian dan analisis hukum pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti. Kedua, kerugian negara dalam hal penggelembungan anggaran atau markup.

Penghitungan kerugian terakhir menyangkut soal pembayaran pembangunan BTS 4G Bakti yang sudah dilakukan di beberapa lokasi dan daerah akan tetapi terhenti, mangkrak, dan ada yang belum terbangun. Karena itu, Febrie melanjutkan, tim penyidikannya juga mendalami semua dugaan yang terkait dengan bancakan proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo tersebut.

“Kita dalami semua. Dan yang namanya proses penanganan perkara, kita pasti berjalan, tetapi dengan hati-hati dengan memastikan adanya bukti-bukti,” kata Febrie.

Dalam kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo ini, penyidik Jampidsus sudah menetapkan tujuh tersangka. Johnny Plate ditetapkan tersangka selaku menkominfo dan kuasa pengguna anggaran (KPA). Anang Achmad Latif (AAL) ditetapkan tersangka selaku direktur utama Badan Aksesibilitas Komunikasi dan Informasi (Bakti) Kemenkominfo.

Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) ditetapkan tersangka selaku direktur PT Mora Telematika. Irwan Heryawan (IH) ditetapkan tersangka selaku komisaris PT Solitech Media Sinergy. Mukti Ali (MA) ditetapkan tersangka dari pihak PT Huawei Tech Investment. Satu lagi Windy Purnomo (WP) yang ditetapkan sebagai tersangka dari pihak swasta selaku perantara uang dari hasil pengaturan pemenang tender.

Pembuktian

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, meminta Kejakgung untuk membuktikan kebenaran informasi mengenai adanya dugaan aliran dana korupsi menara BTS 4G ke tiga partai politik. Ujang mengatakan, pembuktian itu perlu dilakukan sebagai bentuk transparansi.

“Karena kalau sifatnya menduga-duga, sifatnya dugaan, kan tidak bagus. Oleh karena itu kan diungkap saja ada atau tidaknya agar publik bisa tahu apakah memang ada aliran dana atau tidak, agar tidak ada fitnah, agar semua transparan,” kata Ujang saat dihubungi Republika, Jumat (26/5/2023).

Ujang lantas menyinggung dugaan serupa yang sempat muncul ke publik dalam beberapa kasus rasuah. Salah satunya yakni korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang menjerat mantan menteri sosial Juliari Batubara.

Dia menyebutkan, saat itu beredar dugaan uang korupsi yang mengalir ke salah satu partai politik. Namun, informasi itu menghilang dan tak pernah diusut.

Oleh karena itu, menurut Ujang, isu yang kini tengah beredar mengenai dugaan aliran dana korupsi menara BTS 4G ke Partai Nasdem, PDIP, dan Gerindra harus diusut hingga tuntas. “Sekarang juga seperti itu. Apakah ada masuk aliran dana ke partai atau tidak, mestinya harus diusut,” ujar dia.***

Pos terkait