Fajarasia.id – Anggota Komisi III DPR RI Soedeson Tandra dan Martin Tumbelaka, sebagai Tim Kuasa DPR RI menyampaikan keterangan DPR RI atas Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap UUD NRI Tahun 1945 di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Dalam UU tersebut, setidaknya ada tiga pasal yang dimohonkan pengujiannya, yakni Pasal 74 ayat (1), Pasal 74 ayat (3), dan Pasal 185 ayat (3).
Pemohon menyatakan pada intinya bahwa Pasal 74 ayat (1), Pasal 74 ayat (3) dan Pasal 185 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU tidak memberikan kerangka waktu yang jelas dan pasti dalam pengambilan putusan pernyataan pailit dan/atau PKPU beserta penyelesaian pemberesan harta pailitnya. Permasalahan kerangka waktu tersebut menurut Soedeson tidaklah bertentangan dengan UUD. Sebab, dalam penyelesaian kepailitan memang sering kali mengalami banyak kendala yang menyebabkan penyelesaiannya memerlukan waktu yang lama.
“Terkait masalah jangka waktu, jadi di dalam praktek, suatu kepailitan itu sering terjadi lama sekali (prosesnya), tapi memang persoalan yang berkaitan dengan tugas-tugas kurator itu banyak sekali kendala,” kata Soedeson kepada Parlementaria, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (12/11/2024).
Dalam sidang yang juga dihadiri perwakilan dari Pemerintah tersebut, Seodeson pun menyampaikan bahwa UU Kepailitan dan PKPU dibentuk dengan tujuan memberikan kepastian hukum dalam dunia usaha, khususnya dalam hal
penyelesaian utang piutang untuk meneruskan kegiatannya. Adapun kepastian hukum dalam UU tersebut dapat dilihat dati asas-asas UU tersebut, yaitu asas pari passu pro rata parte, asas paritas creditorium, dan asas structured prorata.
Untuk itu, Soedeson menjelaskan apabila ditentukan batas waktu dalam Pasal 74 ayat (1), Pasal 74 ayat (3), dan Pasal 185 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU seperti yang dimohonkan pemohon, maka dikhawatirkan terjadi ketidakpastian hukum dan ketidakadilan dalam penyelesaian utang piutang kreditor debitor kepailitan, ketika batas waktu sudah habis dan perpanjangan waktu yang diberikan hakim pengawas juga sudah habis namun pekerjaan kurator belum selesai, mengingat beratnya tugas kurator.
Adapun, terkait UU yang sudah sejak 2004 berlaku tersebut, Soedoson menyampaikan pihaknya akan mendorong revisi UU tersebut, mengingat pentingnya undang-undang tersebut bagi dunia usaha. “Kami tentu akan mendorong supaya undang-undang ini segera dilakukan pembahasan karena sangat urgent untuk kepentingan dunia bisnis,” sebutnya.
Diketahui, rencana perubahan terhadap UU Kepailitan dan PKPU sebenarnya telah terdaftar dalam Prolegnas Tahun 2020-2024 dengan nomor urut 218 dan menjadi usul Pemerintah berdasarkan Keputusan DPR RI No. 14/DPR RI/I/2023-2024 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua Prioritas Tahun 2023 dan Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Perubahan Keenam Tahun 2020-2024.
Dalam Naskah Akademik yang disusun oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional pada tahun 2018, salah satu isu krusial yang diusulkan untuk diubah dalam RUU Perubahan Atas UU Kepailitan dan PKPU adalah Pasal 74 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.***