Fajarasia.id – Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan pihaknya belum menerima surat permohonan penangguhan penahanan Panji Gumilang yang diajukan oleh tim kuasa hukumnya.
“Saya belum terima,” kata Djuhandhani saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu(2/8/2023).
Penyidik resmi melakukan penahanan terhadap Panji Gumilang, tersangka dugaan penistaan agama, untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 2 sampai 21 Agustus.
Penahanan dilakukan setelah pemeriksaan sebagai tersangka dengan alasan subjektif penyidik, karena ancaman hukuman lebih dari lima tahun, tersangka tidak kooperatif selama pemeriksaan dan dikuatirkan menghilangkan barang bukti serta mengulangi perbuatannya.
Menurut Djuhandhani pengajuan penangguhan penahanan merupakan hak para tersangka, tetapi untuk mengambulkannya penyidik memiliki pertimbangan sendiri.
“Itu (permohonan) hak tersangka silakan dan kami punya pertimbangan sendiri seperti yang saya sampaikan di atas,” tutur Djuhandhani.
Setelah penetapan tersangka, dan dilakukan penangkapan serta penahanan tersangka, penyidik menindaklanjuti-nya dengan melakukan pendalaman guna menyiapkan berkas perkara.
Sebelumnya tim penasihat hukum Panji Gumilang bakal menempuh semua upaya hukum untuk membela kliennya, mulai dari pengajuan praperadilan hingga penangguhan penahanan.
Hendra Effendy, tim penasihat hukum Panji Gumilang menyebut, upaya penangguhan penahanan dilakukan karena pertimbangan kemanusiaan, bahwa kliennya sudah berusia 77 tahun lebih.
“Harapannya apa yang kami sampaikan ini bisa diterima atas dasar kemanusiaan karena bagaimanapun Pak Panji ini, pertama usianya sudah di angka 77 jadi tidak mungkin lah seorang dalam kapasitas tokoh pendidik ya dan tentunya bisa melakukan hal-hal yang lebih dari apa yang didugakan atau yang disangkakan hari ini,” ujar Hendra.
Panji Gumilang ditersangkakan melanggar ketentuan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana di mana ancamannya 10 tahun.
Kemudian Pasal 45 a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan dan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman enam tahun dan pasal 156 a KUHP dengan ancaman lima tahun.***