Fajarasia.id – Emir Kuwait Sheikh Nawaf al-Ahmad al-Sabah (86) wafat, Sabtu (16/12).
Wafatnya Emir Kuwait itu menurut pengumuman istana, hanya tiga tahun setelah mengambil alih kekuasaan di negara Teluk produsen minyak yang merupakan sekutu AS.
Penyebab kematian tidak disebutkan. Emir dirawat di rumah sakit akhir bulan lalu akibat masalah kesehatan darurat namun berada dalam kondisi stabil, menurut laporan kantor berita negara.
Putra mahkota Sheikh Meshal al-Ahmad al-Sabah (83) ditunjuk sebagai pengganti. Ia merupakan pemimpin de facto Kuwait sejak 2021, ketika kondisi kesehatan emir menyebabkannya melimpahkan sebagian besar tugas.
Kuwait mengumumkan 40 hari berkabung dan tiga hari libur bagi badan pemerintah. Para pemimpin dunia menyampaikan penghormatan kepada Syekh Nawaf dan menyampaikan belasungkawa kepada penggantinya, Sheikh Meshal, keluarga Al Sabah dan rakyat Kuwait.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak menyatakan dalam sebuah pernyataan yang diunggah di media sosial X bahwa ia sedih mendengar wafatnya Sheikh Nawaf, yang digambarkannya sebagai sahabat baik bagi Inggris dan akan dikenang dengan baik.
Presiden Emirat Sheikh Mohamed bin Zayed menulis di X bahwa Sheikh Nawaf adalah pemimpin bijaksana yang memainkan peran utama dalam memperkuat hubungan Kuwait-Uni Emirat Arab.
Sheikh Nawaf menjadi emir di September 2020 menyusul wafatnya saudaranya, Sheikh Sabah, yang telah memimpin selama lebih dari 10 tahun dan membentuk kebijakan luar negeri negara tersebut selama lebih dari 50 tahun.
Sheikh Nawaf dipandang oleh para diplomat sebagai pembangun konsensus meskipun pemerintahannya ditandai dengan perselisihan yang intens antara pemerintah dan parlemen terpilih, yang telah menghambat reformasi struktural penting di negara Teluk kaya minyak tersebut.
Dalam beberapa bulan terakhir, konsensus telah kembali disetujui oleh pemerintah dan parlemen.
Kuwait, pemilik cadangan minyak terbesar ketujuh dunia, berbatasan dengan Arab Saudi dan Irak, dan terbentang sepanjang Teluk mulai dari Iran.
Negara itu diinvasi dan diduduki oleh Irak pada 1990, memicu perang Teluk pertama beberapa bulan kemudian di 1991 ketika AS dan negara-negara lain mengalahkan Irak dan membebaskan Kuwait.
Sejak mengambil alih di 2020, Sheikh Nawaf mempertahankan kebijakan luar negeri yang menyeimbangkan hubungan dengan para negara tetangga, sementara di dalam negeri, delapan pemerintahan terbentuk di bawah pimpinannya.
Di bawah konstitusi Kuwait, putra mahkota secara otomatis menjadi emir namun memegang kekuasaan hanya setelah mengambil sumpah di parlemen. Emir yang baru kemudian memiliki waktu hingga setahun untuk menunjuk pewarisnya.
Para analis dan diplomat mengatakan bahwa Sheikh Nawaf, dan putra mahkotanya Sheikh Mesal, keduanya terlihat menyelaraskan Kuwait lebih dekat dengan penguasa regional Arab Saudi.
Pilihan siapa yang akan menjadi putra mahkota dan perdana menteri oleh emir yang baru -yang akan bertugas untuk menangani hubungan yang sering bergejolak antara pemerintah dengan parlemen- akan diperhatikan dengan ketat sementara generasi lebih muda dari keluarga berkuasa di Kuwait berebut kekuasaan.
Pergulatan antar faksi di dalam keluarga Al Sabah sering terlihat di parlemen di mana penantang untuk kekuasaan membangun modal politik dan basis dalam negeri.
Sebelum menyerahkan sebagian besar tugas konstitusional ke pewaris yang ditunjuk, Sheikh Nawaf mencoba untuk meredakan ketegangan di kancah politik dalam negeri, termasuk dengan mengeluarkan amnesti yang mengampuni para pembangkang, aturan yang telah lama diinginkan oleh tokoh-tokoh oposisi.
Namun kebuntuan terus berlanjut, sehingga Sheikh Meshal berusaha mengakhiri perselisihan politik dengan membubarkan parlemen tahun ini dan mengadakan pemilihan umum awal pada bulan Juni.
Kuwait melarang adanya partai di parlemen, namun masih merupakan salah satu negara yang paling liberal secara politik di kawasan ini, dengan perdebatan politik yang banyak dan dewan legislatif terpilih yang paling kuat di kawasan ini yang mencakup kelompok Sunni, Syiah, liberal, dan Islamis.****